Dia mengatakan, pasal-pasal dalam perpres tersebut sangat potensial menimbulkan polemik dan keresahan di tengah masyarakat.
"Saya yakin bahwa manfaat dari investasi dalam bidang industri miras sangat sedikit, sementara mudaratnya sudah pasti lebih banyak. Karena itu Perpres tersebut perlu di-review, kalau perlu segera direvisi, pasal-pasal tentang miras harus dikeluarkan," kata Saleh di Jakarta, Minggu.
Baca juga: DPD minta Jokowi cabut kebijakan perizinan investasi minuman keras
Baca juga: PPP sayangkan terbitnya Perpres 74 tentang Miras
Baca juga: DPRD Pamekasan tolak desakan pemerintah pusat revisi perda miras
Dia menjelaskan, kalau dikatakan bahwa investasi miras hanya diperbolehkan di beberapa provinsi, pertanyaannya apakah nanti miras tersebut tidak didistribusikan ke provinsi lain.
Menurut dia, ketika belum ada aturan khusus seperti Perpres 10/2021, perdagangan miras sangat banyak ditemukan di masyarakat sehingga dikhawatirkan dengan perpres tersebut, peredaran miras lebih merajalela.
"Selain itu, juga sangat dikhawatirkan akan maraknya miras oplosan, ilegal, dan palsu. Miras oplosan, ilegal, dan palsu ini dikhawatirkan akan beredar di luar provinsi yang diperbolehkan dalam perpres," ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR RI itu menilai mayoritas masyarakat Indonesia menolak miras karena dikhawatirkan dapat memicu tindakan kriminalitas.
Menurut dia, para peminum miras sering melakukan kejahatan di luar alam bawah sadarnya karena pengaruh minuman memang sangat tidak baik.
"Kalau alasannya untuk mendatangkan devisa, saya kira pemerintah perlu menghitung dan mengkalkulasi ulang. Berapa pendapatan yang bisa diperoleh negara dari miras tersebut, lalu, bandingkan dengan mudarat dan kerusakan yang mungkin terjadi akibat miras tersebut," katanya.
Dia menduga devisa yang dihasilkan tidak terlalu besar namun justru menyebabkan dampak kerusakan yang besar, termasuk ancaman bagi generasi milenial yang konsumsi miras.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021