Ramallah (ANTARA) - Sekolah-sekolah di Tepi Barat, yang diduduki Israel, akan ditutup selama 12 hari dalam upaya menghentikan peningkatan tajam infeksi varian-varian virus corona, ujar Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh, Sabtu (27/2).

Namun, kata Shtayyeh dalam pidato yang disiarkan televisi, sekolah menengah akan dibebaskan dari penutupan, yang akan dimulai pada Minggu.

Ia menambahkan bahwa pembatasan baru diterapkan karena dipicu oleh sejumlah besar kasus varian Inggris dan Afrika Selatan di wilayah tersebut.

Unit perawatan intensif untuk pasien COVID-19 telah mencapai 95 persen hunian di Tepi Barat. Sekolah telah diidentifikasi sebagai penyebab utama penyebaran infeksi yang cepat, kata Kementerian Kesehatan.

Pada Kamis (24/2), sampel acak para pasien virus corona dilaporkan menunjukkan bahwa sedikitnya tiga perempat dari mereka terinfeksi varian Inggris.

Bank Dunia mengatakan dalam sebuah laporan minggu ini bahwa tingkat pengujian COVID wilayah Palestina merupakan salah satu tingkat yang terendah di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Laporan tersebut juga mencatat bahwa tingkat kasus positif di Tepi Barat adalah lebih dari 21 persen, dan di Gaza 29 persen. Angka-angka itu menunjukkan tingkat penyebaran pandemi yang tidak terkendali.

Tepi Barat, tempat tinggal bagi 3,1 juta warga Palestina, melaporkan total 118.519 kasus virus corona dan 1.406 kematian.

Gaza, tempat pembatasan virus corona secara bertahap dicabut sejak Januari, telah melaporkan 55.091 kasus dan 549 kematian di antara populasinya yang berjumlah dua juta jiwa.

Dengan sekitar 32.000 dosis vaksin hingga saat ini, Palestina meluncurkan program vaksinasi terbatas di Tepi Barat dan Gaza pada Februari, dimulai dengan petugas kesehatan.

Otoritas Palestina (PA) berharap akan menerima pengiriman awal vaksin dari COVAX dalam beberapa minggu.

PA mengatakan pihaknya juga telah membuat kesepakatan dengan Rusia dan perusahaan obat AstraZeneca soal pasokan vaksin, meskipun pengirimannya datang lambat. Shtayyeh mengatakan dia mengharapkan pengiriman akan tiba pada Maret.

Israel telah menyumbangkan 2.000 dosis kepada Otoritas Palestina tetapi mendapat kecaman karena tidak memasok lebih banyak vaksin ke Palestina.

Israel berpendapat bahwa, di bawah perjanjian perdamaian sementara, Otoritas Palestina bertanggung jawab atas vaksinasi di Gaza dan Tepi Barat.

Rencana vaksinasi COVID-19 Palestina mengalami kekurangan dana 30 juta dolar AS (sekitar Rp423 miliar), bahkan setelah memperhitungkan dukungan dari skema vaksin global untuk negara ekonomi yang lebih miskin, kata Bank Dunia dalam sebuah laporan, Senin (22/2).

Israel, pemimpin dunia dalam hal kecepatan vaksinasi, mungkin dapat mempertimbangkan untuk menyumbangkan kelebihan dosis vaksin kepada Palestina guna membantu mempercepat peluncuran vaksinasi di Tepi Barat dan Gaza, kata Bank Dunia.

Menurut Bank Dunia, untuk memastikan ada kampanye vaksinasi yang efektif, otoritas Palestina dan Israel harus berkoordinasi dalam pembiayaan, pembelian dan distribusi vaksin COVID-19 yang aman dan efektif.

Perkiraan biaya menunjukkan bahwa "total sekitar 55 juta dolar AS (sekitar Rp776 miliar) akan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan vaksin bagi 60 persen populasi, di mana terdapat kesenjangan sebesar 30 juta dolar AS (sekitar Rp423 miliar)," kata Bank Dunia, menyerukan bantuan donor tambahan.

Sumber : Reuters

Baca juga: Gaza mulai vaksinasi COVID-19 dengan 22.000 dosis vaksin

Baca juga: Vaksin COVID-19 Rusia akan tiba di Palestina Kamis

Baca juga: Israel berbagi vaksin COVID dengan Palestina, Honduras, Ceko

Aneksasi Israel dan COVID-19 perparah kondisi rakyat Palestina

Penerjemah: Azis Kurmala
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021