Jakarta (ANTARA) - Memeriksa tekanan darah secara rutin dengan alat pengukur tensi di rumah saat pandemi tetap disarankan untuk memantau kondisi, sekaligus menghindari risiko stroke dan serangan jantung.

Sekretaris Jendral Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dr. Eka Harmeiwaty yang juga spesialis syaraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, menganjurkan masyarakat untuk memilih alat yang dipakai di bagian lengan, bukan jari atau pergelangan tangan.

"Carilah alat yang mudah dioperasikan, yakni digital," kata Eka dalam webinar, Jumat.

Baca juga: MSG bisa gantikan garam?

Baca juga: Ini yang terjadi pada jantung kalau kena hipertensi

Pilihlah produk dari jenama yang sudah mendapatkan validasi internasional, di mana sudah banyak brand seperti itu yang hadir di Indonesia, imbuh dia. Masyarakat idealnya memilih alat yang dijual agen resmi di Indonesia.

"Idealnya bisa dikalibrasi, cari yang agennya di Indonesia agar bisa dikalibrasi," jelas Eka.

Eka mengatakan, deteksi dini pada kelompok usia dewasa yang berumur 18 tahun ke atas penting untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi.

Di lapangan kadang kala terdapat kendala dalam menegakkan diagnosis pasti hipertensi karena dari dari hasil pengukuran ada kategori lain yaitu white coat hypertension (hipertensi jas putih) dan masked hypertension (hipertensi terselubung).

Hipertensi jas putih sering ditemukan pada pasien hipertensi derajat 1 (tekanan darah siatolik 140-159 dan atau tekanan sistolik 90-99 mmHg) pada pemeriksaan di klinik namun pada pengukuran di rumah tekanan darah normal.

"Pada individu ini tidak perlu diberikan pengobatan namun perlu pemantauan jangka panjang karena berisiko terjadi hipertensi di kemudian hari. Prevalensi diperkirakan 2,2 – 50 persen dan sangat di pengaruhi oleh cara pengukuran di klinik,” lanjutnya.

Ia menambahkan, sebaliknya hipertensi terselubung menunjukkan tekanan darah normal saat diperiksa di klinik, namun pengukuran di luar klinik hasilnya menunjukkan tekanan darah yang meningkat. Dari berbagai studi prevalensi adalah 9-48 persen. Hipertensi terselubung ini mempunyai risiko tinggi kerusakan organ.

"Untuk mengetahui hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung dibutuhkan pemeriksaan tekanan darah di rumah yang selanjutnya disingkat dengan PTDR," kata dia.

PTDR bermanfaat di tengah pandemi karena pasien lebih memilih berada di rumah dan enggan ke rumah sakit. Dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah sendiri, pasien dapat memanfaatkan layanan kesehatan daring dalam berkonsultasi kepada dokter yang merawat mereka.

“PTDR ini disarankan pada pasien hipertensi terutama bagi pasien hipertensi dengan gangguan ginjal, diabetes, dan wanita hamil dan juga pasien dengan kepatuhan pengobatan yang buruk,” jelasnya.

Eka menjelaskan panduan PTDR, yakni lakukan dua kali pada pagi hari dan malam hari. Lakukan rerata hasil dengan mengeksklusikan pengukuran hari pertama.

Pada pagi hari, pengukuran dilakukan satu jam setelah berjalan, buang air kecil, sebelum sarapan dan minum obat. Ketika pengukuran dilakukan pada malam hari, lakukan jelang tidur atau dua jam setelah makan. Istirahatlah 1-5 menit, lalu duduk dengan posisi bersandar. Duduklah di dekat meja dengan lengan dan manset setinggi detak jantung.

Ketika mengukur, jangan mengobrol atau merasa gelisah. Jangan pula menyilangkan kaki atau berolahraga 30 menit sebelum pengukuran. Individu juga tidak boleh minum kopi atau merokok satu jam sebelumnya, minum obat sebelum pengukuran juga dilarang.

Baca juga: Komorbid tak sebabkan reaksi alergi seusai divaksin COVID-19

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021