Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dapat dilakukan apabila ada substansi yang berwatak pasal karet.

"Jika memang di dalam undang-undang itu ada substansi-substansi yang berwatak haatzai artikelen, berwatak pasal karet maka bisa diubah dan bisa direvisi," kata Mahfud saat menjadi keynote speaker dalam diskusi daring Menyikapi Perubahan UU ITE yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), di Jakarta, Kamis, seperti dikutip dalam siaran persnya.

Revisi itu, lanjut dia, dapat dengan mencabut atau menambahkan kalimat, atau menambah penjelasan di dalam undang-undang itu.

Dia menjelaskan, pemerintah mempertimbangkan kemungkinan membuat resultante baru yang nantinya mencakup dua hal.

Pertama, supaya dibuat kriteria implementatif, apa kriterianya sebuah pasal, sebuah aturan itu, agar bisa diterapkan secara adil. Kedua, menelaah kemungkinan dilakukannya revisi perubahan.

"Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membuat resultante atau kesepakatan baru terkait kontroversi di dalam UU ITE. Hal tersebut bisa dilakukan, jika ditemukan substansi yang memiliki watak haatzai artikelen atau berwatak pasal karet," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Mahfud juga meminta agar masyarakat tak alergi dengan produk hukum ketika hendak dilakukan perubahan atau penyesuaian.

Hukum, tambah dia, adalah produk resultante dari perkembangan situasi politik, sosial ekonomi, hingga hukum itu sendiri.

Menko Polhukam sendiri telah membentuk Tim Kajian UU ITE.

Tim dibagi menjadi dua, yaitu Sub Tim I yang bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering menimbulkan multitafsir.

Sub Tim II yang melakukan telaah substansi UU ITE atas beberapa pasal dalam UU yang dianggap multitafsir untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan revisi.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021