Selama tahun 2021, KKP telah menangkap 18 kapal perikanan yang terdiri dari 7 kapal ikan asing berbendera Malaysia dan 11 kapal ikan berbendera Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Samudera dunia yang mencakup 70 persen dari seluruh permukaan planet ini, sebenarnya sudah merupakan pengingat yang penting mengapa berbagai pihak harus memperhatikan dampak perubahan iklim terhadap sektor kelautan dan perikanan.
Begitu pula bila umat manusia mengingat betapa pentingnya samudera bagi siklus kehidupan mereka, yaitu sebagai sumber produksi oksigen, faktor penting dalam mengatur iklim dan temperatur bumi, serta tentu saja memberikan masyarakat dunia sumber pangan yang esensial.
Untuk itulah, lembaga PBB dalam kajiannya terkait dampak perubahan iklim juga mengingatkan bahwa naiknya suhu permukaan laut serta meningkatnya keasaman air laut telah tampak nyata dengan melelehnya es di Arktik serta fenomena pemutihan yang merusak terumbu karang di berbagai perairan.
Oleh karena itu juga, penting agar setiap pemerintahan di berbagai negara yang ada di dunia untuk menerapkan kebijakan yang drastis dalam rangka memperkuat biodiversitas dan ekosistem kelautan, karena dinilai masih mungkin untuk menjaga ekosistem kawasan perairan yang relatif masih belum terdampak.
Kebijakan terkait kelestarian ekosistem perairan perlu pula memastikan pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan, serta memastikan bahwa aktivitas penangkapan ikan secara ilegal dapat diberantas, dan perikanan skala kecil yang menghidupi banyak jiwa juga harus dipastikan kesinambungannya.
Berbagai hal tersebut sebenarnya juga telah termasuk ke dalam sejumlah program yang telah dicetuskan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Misalnya, KKP telah menyelesaikan pembangunan pelindung pantai dengan panjang total 330,3 meter di daerah Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pembangunan infrastruktur pelindung pantai tersebut terbentang di sebanyak tiga desa yaitu di Desa Jerowaru sepanjang 75,3 meter berjenis struktur hibrid, Desa Paremas sepanjang 136 meter berjenis talud, dan Desa Pamongkong sepanjang 119 meter berjenis talud.
Manfaat dari struktur yang besar tersebut, menurut Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP TB Haeru Rahayu, adalah guna melindungi pesisir Kabupaten Lombok Timur dari risiko abrasi dan erosi akibat gelombang, sehingga nantinya dapat membantu menjaga ekosistem pantai dan kawasan pemukiman masyarakat pesisir di sekitarnya.
Baca juga: KKP-USAID benahi konservasi laut berbasis ekosistem
Baca juga: Akademisi : Jaga kelestarian ekosistem laut demi anak cucu
Pesisir tangguh
Pembangunan pelindung pantai di Kabupaten Lombok Timur merupakan bagian dari program kegiatan Pengembangan Kawasan Pesisir Tangguh (PKPT) yang dilaksanakan pada tahun 2020.
Kegiatan PKPT yang dilakukan pada tahun 2020 itu dinilai sebagai bentuk implementasi pengelolaan pesisir terpadu, serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mendorong kemajuan kawasan pesisir.
Dalam hal pemberantasan pencurian ikan, KKP telah lama dikenal aktif untuk mengentaskannya, terutama sejak masa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Saat ini, dalam era Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, KKP juga telah bekerja sama antara lain dengan TNI AL dalam rangka memberantas penyelundupan benur atau benih bening lobster.
Bahkan, operasi terakhir yang membekuk penyelundup benih lobster di Pandeglang, Provinsi Banten, pada Februari 2021 ini juga merupakan hasil operasi gabungan antara KKP dan unsur Direktorat Kepolisian Perairan atau Polairud Mabes Polri.
KKP selama tahun 2021, melalui petugas Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP telah menangkap 18 kapal perikanan yang terdiri dari 7 kapal ikan asing berbendera Malaysia dan 11 kapal ikan berbendera Indonesia.
Sedangkan terkait dengan upaya mengurangi emisi seperti yang dihasilkan oleh pemakaian BBM, KKP telah menggunakan metode mitigasi berbasis laut dalam rangka menyelaraskan kebutuhan nelayan sekaligus mengatasi dampak perubahan iklim yang salah satu bentuknya antara lain mengurangi pemakaian BBM dalam melaut.
Kepala Badan Riset dan Pengembangan SDM KKP Sjarief Widjaja memaparkan bahwa mekanisme melalui metode mitigasi berbasis laut itu contohnya adalah aplikasi yang memberikan lokasi tangkapan ikan kepada nelayan, sehingga hal itu sangat membantu nelayan di berbagai daerah.
Dengan mengetahui lokasi penangkapan ikan yang banyak, lanjutnya, maka nelayan akan mengurangi waktu perjalanannya karena sudah mengetahui titik mana yang dituju, sehingga otomatis juga akan mengurangi pemakaian BBM.
Hal tersebut adalah contoh bagaimana penggunaan teknologi termutakhir bisa membantu mengurangi konsumsi BBM di saat melaut. Selain itu, ujar dia, pihaknya juga sedang mengembangkan kajian terkait penggunaan panel surya untuk cold storage atau tempat penyimpanan dingin.
KKP, masih menurut Sjarief, juga menuju ke arah pencabutan subsidi BBM sehingga nelayan ke depannya juta lebih berhati-hati dalam memanfaatkannya. Ia menekankan pentingnya agar berbagai pihak pemangku kepentingan mulai sadar tentang dampak perubahan iklim dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.
Baca juga: Desa pesisir terancam tenggelam, pemerintah didesak lakukan pemulihan
Baca juga: KKP diharapkan berkolaborasi dengan Kemendes kembangkan wisata bahari
Kesehatan laut
Tidak heran pula bila KKP mendorong riset terkait kesadaran untuk meningkatkan indeks kesehatan laut sehingga dapat meningkatkan kualitas kawasan perairan nasional serta menciptakan sumber daya kelautan dan perikanan yang lebih kaya.
Cara pengukuran indeks kesehatan laut itu adalah dengan merencanakan penanaman banyak alat sensor untuk mengukur tingkat kualitas air laut sehingga dapat ditentukan misalnya lokasi yang tepat untuk akuakultur dalam budidaya.
Terkait dengan sampah di laut, KKP juga telah mendorong kesadaran masyarakat serta membuat instalasi pengolah sampah plastik sehingga warga juga diharapkan tertarik untuk mengumpulkan sampah plastik guna memperoleh uang.
Kerja sama di tingkat mancanegara dilakukan pula oleh KKP, seperti kolaborasi dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) untuk melakukan inovasi yang berkontribusi dalam memperlambat laju kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim.
Dengan menggandeng lembaga Jepang tersebut, maka diharapkan ke depannya juga dapat menghasilkan berbagai hasil, di antaranya yakni pengembangan laboratorium karbon biru yang berlokasi di Instalasi Teknologi Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Berbagai hal tersebut tentu saja tidak serta merta akan dapat langsung menghilangkan dampak negatif perubahan iklim terhadap kondisi ekosistem perairan, namun berbagai upaya itu diharapkan dapat menginspirasi berbagai pihak lainnya untuk mengatasi pemanasan global sekaligus meningkatkan kinerja sektor kelautan dan perikanan nasional.
Baca juga: KKP ajak Jepang kerja sama kembangkan teknologi perikanan
Baca juga: KKP ambil langkah hukum perusak terumbu karang
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021