Lagu ini berbicara tentang kemurkaan dan bagaimana seseorang bisa terhisap ke dalamnya sehingga menderita pada akhirnya. Liriknya didramatisir untuk menggambarkan kesan ketidak-pedulian terhadap segalanya, termasuk diri sendiri.
"Ini sebetulnya lagunya kayak kalau bahasa dangdutnya adalah terbakar api cemburu. Tapi gue enggak bicara tentang kejadiannya sendiri. Lebih banyak dramatisasi dari pemikirannya aja kayak kecemburuan itu kayak apa sih," kata Adrian Adioetomo dalam jumpa pers virtual, Rabu (24/2).
Baca juga: Pamungkas gelar acara virtual "The Solipsism 0.2: A Day in Yogyakarta"
Baca juga: Mea Shahira kolaborasi dengan Matter Mos di lagu "Apple of My Eyes"
Adrian Adioetomo memberikan suguhan berbeda dalam aransemen musik dengan memadukan permainan slide Delta-blues dan Bluegrass seperti pada musik Americana, namun ditabrakkan dengan avant-garde pada aransemen dan pilihan sound-nya.
Hal itu dilakukan dengan memposisikan gitar akustik yang jernih dengan sound distorsi elektrik yang nyaris rusak.
"Orang kan biasanya ekspektasi gue main Delta-blues yang main gitar sendirian, vokal gitar aja. Gue sebetulnya awalnya tertarik musik itu faktor ekspresinya," ujar Adrian Adioetomo.
"Buat gue harusnya gue bisa mengutarakan spirit yang sama dengan cara apapun. Makanya di single ini gue kembangkan dengan instrumen lain karena gue pengen agak sedikit berpetualang dari standar Delta-blues," sambungnya.
Adrian juga merilis video musik dari lagu "Burning Blood, Cold Cold Ground" dengan nuansa gelap yang diimbangi dengan sedikit keluguan teknologi masa lalu. Hal ini didukung penggunaan potongan yang diambil dari beberapa film bisu yang telah menjadi public domain.
Lagu ini menjadi lagu pertama di album keempat Adrian yang tak berjudul, kendati ia mengutip kata-kata “Violent Love, Gentle Kill”. Album ini sendiri akan dilepas tiga hari setelah perilisan "Burning Blood, Cold Cold Ground".
Baca juga: Gitaris Arya Novanda rilis video klip "I"
Baca juga: Endah N Rhesa, Balawan meriahkan Bali Blues Festival
Pewarta: Yogi Rachman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021