Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati mengatakan politik hijau bisa menjadi opsi berdemokrasi rakyat kebanyakan untuk menjawab krisis demokrasi dan lingkungan hidup.
"Politik hijau ini kan politik orang kebanyakan, yang dalam sejarahnya menjadi saluran aspirasi orang yang ingin ada keadilan sosial. Ini yang termasuk penting untuk aspirasi kita semua," kata Nur Hidayati dalam diskusi bertajuk "Politik Hijau: Menjawab Krisis Demokrasi dan Lingkungan Hidup di Indonesia" secara daring di Jakarta, Rabu.
Sehingga, menurut dia, perlu politik hijau yang bisa memastikan suara 99 persen masyarakat tersalurkan, yang mereka sebenarnya tidak terwakili dengan sistem politik yang ada sekarang ini. Politik hijau dapat memberi opsi lain bagi mereka yang dulu tidak punya banyak pilihan saat melangkah ke bilik suara.
"Saya misalnya. Saya tidak pernah mendengar kiprahnya wakil-wakil rakyat atau partai di isu lingkungan hidup. Tapi tetap kita harus pilih partai yang sudah ditetapkan orang-orangnya," ujar dia.
Baca juga: Lingkungan hidup perlu jadi salah satu isu prioritas
Politik hijau bukan untuk elit, tetapi justru menjadi milik rakyat kebanyakan yang mengharapkan udara yang dihirup bersih, air yang dikonsumsi bersih. Jadi mereka punya kepentingan untuk memastikan itu semua terwujud.
Dirinya melihat partai politik yang sama yang menyebut mengusung politik hijau masih sama, masih membawa simbol-simbol. Karena, menurut dia, kalau itu jalan ideologi mereka pasti tidak ikut mendukung omnibus law, mengingat arahnya bertolak belakang dengan keadilan sosial.
"Saya lihat istilah hijau ini lagi naik daun karena bencana dan krisis iklim. Mereka riding the wave. Kita belum bisa lihat mereka benar-benar paham politik hijau dalam ideologi partainya," ujar dia.
Baca juga: WALHI: Partai Hijau Indonesia solusi perlindungan lingkungan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan politik hijau merupakan ide yang perlu diwujudkan dalam tindakan. Musti realistis dalam pelaksanaannya, karena yang ada sekarang ini terlalu abstrak.
Kalau benar-benar mau dituangkan dalam politik hijau maka harus turun pelaksanaannya bahkan hingga ke level kecamatan, kelurahan hingga warga. Bisa dilihat bahwa indeks kualitas hidup di DKI Jakarta paling buruk di Indonesia, tapi kualitas demokrasinya justru paling tinggi.
Namun poinnya, menurut Usman, untuk menjawab krisis demokrasi dan lingkungan hidup itu berbeda. Karena menaikkan demokrasi bukan berarti langsung akan menaikkan kualitas lingkungan.
Baca juga: Risma selalu diberi wejangan Megawati soal politik hijau
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021