Pada 2021 sebagai tahun pemulihan didukung oleh vaksinasi secara global yang menjadi kunci untuk normalisasi aktivitas ekonomi

Jakarta (ANTARA) - Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan memprediksi kinerja pasar obligasi pada tahun ini masih akan kuat didukung kondisi makro ekonomi domestik yang relatif baik.

Menurut Katarina, prospek pasar obligasi sangat erat hubungannya dengan kondisi makroekonomi terutama terkait suku bunga, inflasi, dan stabilitas nilai tukar rupiah. Pasar obligasi secara historis mencatat kinerja baik pada tren suku bunga rendah dan inflasi tetap terjaga.

"Menurut kami, dinamika kondisi makroekonomi tahun ini akan tetap suportif bagi pasar obligasi, di mana suku bunga diperkirakan tetap rendah dan inflasi tetap pada level yang terjaga," ujar Katarina melalui keterangan di Jakarta, Selasa.

Katarina memandang pada 2021 sebagai tahun pemulihan didukung oleh vaksinasi secara global yang menjadi kunci untuk normalisasi aktivitas ekonomi.

Pada Januari, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 dari sebelumnya 5,2 persen menjadi 5,5 persen didukung oleh ketersediaan vaksin yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

"Potensi perbaikan ekonomi juga didukung oleh kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif. Tingkat suku bunga diperkirakan masih dipertahankan pada level rendah dan program pembelian aset skala besar atau quantitative easing juga masih akan dipertahankan sehingga tingkat likuiditas tetap tinggi dan mendukung pemulihan ekonomi. Dinamika kondisi ini berpotensi untuk menghasilkan iklim yang kondusif bagi pasar saham dan obligasi," katanya.

Sementara itu, lanjut Katarina, inflasi akan tetap pada level terjaga di tahun ini dan belum akan mendorong bank sentral untuk melakukan pengetatan kebijakan. Inflasi di semester I-2021 diperkirakan meningkat karena faktor low base pada semester I-2020, namun inflasi berpotensi mengalami moderasi di semester II-2021.

"Tingkat pengangguran secara global, termasuk di Indonesia, belum kembali pada level full employment sehingga stimulus yang dikeluarkan tidak memberikan tekanan inflasi tinggi. Stimulus saat ini lebih bersifat menopang daya beli, bukan sebagai booster tingkat pengeluaran yang dapat menyebabkan inflasi," ujar Katarina.

Selain itu, ia juga melihat ada potensi meningkatnya minat investor asing terhadap pasar obligasi Indonesia, karena pasar Indonesia merupakan negara dengan peringkat investment grade yang menawarkan tingkat imbal hasil obligasi tinggi, sehingga dapat menarik investor asing di tengah era suku bunga rendah saat ini.

"Investor dapat mempertimbangkan pilihan investasi di pasar obligasi apabila menginginkan instrumen investasi dengan tingkat volatilitas lebih rendah dari pasar saham," kata Katarina.

Baca juga: Pemerintah mulai tawarkan ORI-019 untuk biayai APBN dan vaksinasi
Baca juga: Tahun ini, Bank Mandiri terbitkan "green bond" 300 juta dolar AS
Baca juga: Pasar saham dan obligasi RI dinilai masih menarik bagi investor asing

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021