Ikan napoleon merupakan jenis ikan dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon (C. undulatus)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelamatkan dan melepasliarkan ikan langka jenis napoleon yang ditangkap secara ilegal dan merusak di perairan Kepulauan Menui, Sulawesi Tengah.

"Ikan napoleon merupakan jenis ikan dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon (C. undulatus) dengan status perlindungan terbatas ukuran, yaitu dilindungi pada ukuran 100 gram - 1.000 gram/ekor dan ukuran lebih besar dari 3 kg/ekor," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP TB Haeru Rahayu dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.

Ia memaparkan ikan napoleon yang dilepasliarkan tersebut merupakan barang bukti kasus penangkapan pelaku destructive fishing (penangkapan secara dengan merusak) di perairan Kepulauan Menui Kab. Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.

KKP melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar dan Pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung telah melepasliarkan ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) di kawasan konservasi Teluk Moramo, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Haeru Rahayu juga menyampaikan pelepasliaran merupakan bentuk keseriusan KKP dalam menjaga kelestarian populasi ikan napoleon (C. undulatus) sebagai salah satu dari jenis ikan prioritas konservasi yang telah ditetapkan.

Kepala BPSPL Makassar, Andry Indryasworo Sukmoputro menjelaskan ikan napoleon yang dilepasliarkan sebanyak 1 ekor memiliki ukuran total 50 cm, panjang standar 42 cm, panjang kepala 12 cm, tinggi badan 18 cm, tinggi ekor 8 cm dan berat 2,57 kg.

Berdasarkan ukurannya, ikan napoleon hasil destructive fishing tersebut tidak termasuk dalam ukuran perlindungan ikan Napoleon, namun pemanfaatannya mengikuti ketentuan CITES yang menerapkan prinsip keberlanjutan (pemanfaatan ramah lingkungan), ketertelusuran (asal usul ikan), dan legalitas (izin pemanfaatan).

"Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 61 Tahun 2018, pemanfaatan jenis ikan dilindungi penuh, dilindungi terbatas, dan jenis ikan yang masuk dalam daftar appendiks CITES wajib memiliki Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) yang diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Management Authority (MA) CITES untuk Jenis Ikan Bersirip,” terang Andry.

Sebelumnya, KKP juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perlindungan Jenis Ikan yang menetapkan 20 jenis ikan bersirip sebagai jenis yang dilindungi.

Ke-20 jenis ikan tersebut antara lain meliputi pari sungai tutul, pari sungai raksasa, pari sungai pinggir putih, arwana Kalimantan, belida Borneo, belida Sumatera, belida lopis, belida Jawa, ikan balashark, dan wader goa. Selain itu, ikan batak, pasa, selusur Maninjau, pari gergaji lancip, pari gergaji kerdil, pari gergaji gigi besar, pari gergaji hijau, pari kai, ikan raja laut, dan arwana Irian.

Penetapan ini merupakan tindak lanjut pemisahan Otoritas Pengelola (Management Authority/MA) CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) untuk jenis ikan bersirip (pisces) dari semula berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beralih kewenangan pengelolaannya kepada KKP.

Baca juga: Ini makna kemunculan ikan napoleon di kawasan konservasi pulau Pieh
Baca juga: KKP pastikan ekspor ikan napoleon sesuai regulasi
Baca juga: Mulai langka, ribuan Ikan Dewa dilepas ke habitatnya di Puncak Bogor

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021