Jangan biarkan api membesar, jangan terlambat sehingga sulit dikendalikan. Ini penting, jangan biarkan api membesar. jangan terlambat sehingga sulit dikendalikanJakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo memerintahkan agar para kepala daerah maupun TNI dan Polri tidak membiarkan api telanjur membesar hingga menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dalam skala luas.
"Jangan biarkan api membesar, jangan terlambat sehingga sulit dikendalikan. Ini penting, jangan biarkan api membesar. jangan terlambat sehingga sulit dikendalikan," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Senin.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam pengarahan untuk peserta "Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2021".
Hadir dalam rapat tersebut secara langsung antara lain kepala-kepala daerah yang daerah-nya rawan karhutla seperti Gubernur Riau Syamsuar, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmadji, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, Bupati Siak, Bupati Ogan Komering Ilir, Bupati Sanggau Paolus Hadi, Bupati Pulau Pisau.
Selain itu hadir juga Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjanjanto, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfur MD, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta para pejabat terkait lainnya yang hadir secara langsung maupun virtual.
Baca juga: Presiden : Kewaspadaan jangan kendur hadapi ancaman karhutla
Baca juga: Presiden Jokowi minta penegakan hukum pembakaran hutan tanpa kompromi
"Sehingga kita semuanya harus tanggap, gubernur, bupati, wali kota, pangdam, danrem, dandim, tanggap, kapolda, kapolres, tanggap, ini sebetulnya hanya respon yang cepat saja. Api kecil, siram rampung," tutur Presiden.
Presiden Jokowi juga berharap tidak perlu ada langkah penyiraman lokasi karhutla menggunakan helikopter atau lazim disebut water bombing.
"Jika diperlukan dilakukan water bombing, ini sudah sering dilakukan tapi kalau bisa jangan. Ada api kecil, siram, mati, karena water bombing butuh anggaran 'gede' tapi kalau sudah telat mau tidak mau kita pakai itu," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi pun meminta agar kepala daerah dan petugas di lapangan dapat memprioritaskan upaya pencegahan.
"Pencegahan harus diprioritaskan, jangan terlambat. Di negara besar pun ada kejadian kebakaran yang besar, sampai ada kota yang ikut terbakar. Hal-hal seperti ini betul-betul harus kita jadikan pelajaran. Sekali lagi prioritaskan pencegahan, jangan terlambat," ucap Presiden menegaskan.
Selain itu Presiden meminta agar manajemen lapangan harus terkonsolidasi dan terkoordinasi.
"Artinya di desa kalau ada api kecil langsung diberitahukan agar bisa tertangani di depan, kalau sudah terlanjur besar baru ketahuan, sulit memadamkan," ungkap Presiden.
Semua pihak harus digerakkan untuk deteksi dini serta monitoring di area-area yang rawan hotspot.
"Saya pikir sudah tahu semua di mana yang rawan, di mana yang harus diwaspadai dan up date kondisi lapangan setiap hari, kondisi di lapangan terpantau setiap hari," ujar Presiden.
Presiden Jokowi meminta agar ada pemanfaatan teknologi untuk monitoring dan pengawasan dengan sistem dashboard.
"Di Riau sudah bagus, Polda punya aplikasi teknologi untuk mengecek sampai bawah. Libatkan babinsa, babinkambtibmas kepala desa untuk pencegahan, beri edukasi terus-menerus kepada perusahaan, korporasi masyarakat, terutama di daerah dengan kecendurungan peningkatan hot spot," tutur Presiden.
Apalagi menurut Presiden kerugian karhutla tidak hanya hingga miliaran tapi lebih dari itu.
"Hati-hati begitu kebakaran meluas itu kerugian tidak hanya juta atau miliar, saya pastikan larinya pasti ke angka triliun, belum kerusakan ekologi dan ekosistem kita," kata Presiden menegaskan.
Menko Polhukam Mahfud MD dalam lapora-nya mengatakan terjadi penurunan angka karhutla yaitu pada 2015 terjadi karhutla di lahan seluas 2.610.000 hektare, selanjutnya pada 2019 mencapai 1.592.010 hektare, sedangkan pada 2020 tercatat 296.942 hektare.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021