Padang (ANTARA) - Sehari usai pelaksanaan Pilkada Gubernur Sumatera Barat pada 9 Desember 2020 telepon genggam Cawagub Audy Joinaldy berdering.
Dari balik HP Calon Gubernur Sumbar Mulyadi berbicara dan menyampaikan selamat atas keunggulan sementara pasangan Mahyeldi-Audy.
Pembicaraan itu pun berlanjut keesokan harinya. Mulyadi datang menyambangi kediaman Audy. Pertemuan berlangsung cair dan turut serta hadir Cagub Sumbar Mahyeldi.
Pada kesempatan itu Mulyadi berbesar hati dan kesatria datang bersilaturahmi serta mengucapkan selamat kepada Mahyeldi dan Audy Joinaldy yang saat unggul dalam penghitungan suara.
"Inilah yang terbaik dari calon yang ada dan merupakan pilihan rakyat Sumbar. Saat ini kita harus kembali bersinergi membangun Sumatera Barat," kata Mulyadi saat itu.
Pilgub Sumbar 2020 diikuti empat pasang calon yaitu Mulyadi-Ali Mukhni diusung Partai Demokrat dan PAN; Nasrul Abit-Indra Catri diusung Partai Gerindra; Fakhrizal-Genius Umar diusung NasDem, Golkar dan PKB; serta Mahyeldi-Audy Joinaldy diusung PKS dan PPP.
Pada Minggu 20 Desember 2020 KPU Sumbar menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan menetapkan Mahyeldi-Audy Joinaldy peraih suara terbanyak dengan perolehan 726.853 suara atau 32,43 persen.
Baca juga: KPU Sumbar resmi tetapkan Mahyeldi-Audy kepala daerah terpilih
Peringkat kedua pasangan Nasrul Abit-Indra Catri dengan 679.069 suara atau 30,30 persen. Lalu pasangan Mulyadi-Ali Mukhni yang mendapat 614.477 suara atau 27,42 persen.
Dan pasangan Fakhrizal-Genius Umar memperoleh 9,86 persen atau 220.893 suara.
KPU Sumbar mencatat total pemilih sebanyak 2.313.278 pemilih atau 61,68 persen. Total jumlah suara sah 2.241.292 atau sebanyak 96,89 persen dan jumlah suara tidak sah 71.986.
Namun hingga berakhirnya jabatan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno pada 12 Februari 2021, KPU belum dapat menetapkan pemenang pilgub karena dua kandidat menggugat hasil ke Mahkamah Konstitusi yaitu Nasrul Abit dan Mulyadi.
Gugatan
Dalam gugatannya di Mahkamah Konstitusi Nasrul Abit-Indra Catri meminta KPU Sumbar menganulir perolehan suara Mahyeldi-Audy menjadi nol.
"Kami meminta KPU mendiskualifikasi pasangan Mahyeldi-Audy Joinaldy karena telah melanggar ketentuan soal dana kampanye," kata Kuasa Hukum Nasrul Abit-Indra Catri, Vino Oktavia.
Menurutnya pasangan Mahyeldi-Audy telah menerima sumbangan kampanye dari ASN dalam bentuk barang berupa rumah yang dijadikan posko pemenangan dengan nilai Rp100 juta.
"Ini melebihi batas sumbangan dana kampanye perorangan yang hanya Rp75 juta dan sumbangan dalam bentuk barang tidak dilaporkan ke KPU Sumbar sehingga pasangan nomor urut empat harus dianulir," kata dia.
Pada sisi lain kuasa hukum menemukan sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan pilkada gubernur oleh KPU Sumbar yaitu di Pariaman KPPS tidak melakukan pemungutan suara di RSUD sehingga hilang hak pemilih 28 orang.
Kemudian di Sawahlunto terjadi pencoblosan menggunakan pena, di Padang KPPS memberi tiga surat suara pada seorang pemilih di TPS 02 Padang Pasir.
Lalu terjadi pelanggaran penyerahan rekapitulasi hasil pemilihan tanpa kotak suara yang tersegel oleh KPU Solok Selatan, Kota Solok, Padang Pariaman kepada KPU provinsi.
Menjawab hal itu Kuasa Hukum KPU Sumbar membantah pasangan Mahyeldi-Audy telah melakukan pelanggaran dan kejanggalan sumbangan dana kampanye perorangan.
"Berdasarkan hasil audit dari kantor akuntan publik pelaporan dana kampanye Mahyeldi-Audy telah sesuai dengan kriteria yang berlaku sebagaimana aturan sumbangan dana kampanye," kata kuasa hukum KPU Sumbar Sudi Prayitno.
Menurut dia sumbangan dana kampanye pasangan Mahyeldi-Audy sebagaimana yang dipersoalkan oleh tim Nasrul Abit-Indra Catri juga tidak terkait dengan peraturan KPU yang berimplikasi pada pembatalan pasangan calon.
Kemudian terkait dugaan pelanggaran administrasi di TPS di RSUD Pariaman ia menyatakan hingga saat ini Bawaslu tidak pernah menyatakan hal itu sebagai pelanggaran administrasi pemilu.
Sementara Calon Gubernur Sumbar Mulyadi merasa dizalimi atas penetapan status tersangka pidana pemilu sehingga mempengaruhi perolehan suaranya pada Pilkada Gubernur Sumbar 2020.
"Pelaksanaan Pilgub Sumbar 2020 jauh dari prinsip jujur dan adil, tiga hari sebelum pencoblosan saya ditetapkan sebagai tersangka, ini sungguh merugikan hati kami," kata Mulyadi.
Menurut Mulyadi upaya yang dirintisnya selama ini menjadi runtuh berkeping dan mendelegitimasi kepercayaan publik kepadanya di tengah elektabilitas yang tengah menanjak.
"Berita saya ditetapkan sebagai tersangka juga disebarkan secara masif oleh pihak yang berkepentingan di media sosial, cetak dan elektronik," kata dia.
Ia bahkan menemukan kata kunci pemberitaan Mulyadi ditangkap hingga Mulyadi tak layak dipilih sebagai Gubernur Sumbar.
"Saya terlanjur dipersepsikan bersalah di masyarakat, diperlakukan semena-mena padahal telah merintis karir di politik cukup lama, bahkan rela melepaskan jabatan sebagai anggota DPR 2019-2024," ujarnya.
Baca juga: Tim hukum Mahyeldi sebut putusan MK adalah kemenangan rakyat Sumbar
Ia mengemukakan gugatan ke Mahkamah Konstitusi merupakan proses amar maruf nahi mungkar (menegakkan yang benar, mencegah yang mungkar).
Oleh sebab itu ia memohon kepada MK untuk membatalkan putusan KPU Sumbar soal penetapan hasil Pilgub Sumbar dan meminta KPU melakukan pemilihan ulang di seluruh wilayah di Sumbar
Menjawab hal itu Kuasa Hukum KPU Sumbar menilai Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan gugatan yang diajukan calon gubernur Sumbar Mulyadi ke MK karena yang diajukan bukan soal penetapan perolehan suara
"MK tidak berwenang memeriksa, mengadili memutus perkara yang diajukan karena yang digugat adalah proses penegakan hukum yang tidak adil dan dipaksakan oleh sentra penegakan hukum terpadu, " kata kuasa hukum KPU Sumbar Sudi Prayitno.
Menurut dia gugatan yang disampaikan cagub Mulyadi lebih tepat dikualifikasikan kepada pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan yang merupakan kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Selain itu ia menilai status tersangka tidak akan mempengaruhi elektabilitas calon kepala daerah pada Pilgub Sumbar 2020.
"Selain belum ada kajian ilmiah yang dapat membuktikan, ternyata di Sumbar ada calon bupati Pesisir Selatan yang berstatus terdakwa justru memiliki elektabilitas lebih tinggi dari calon lain dan ditetapkan sebagai peraih suara terbanyak," katanya.
Tak hanya itu pada pilkada 2015 juga ada seorang calon Bupati Solok berstatus terpidana dan oleh KPU setempat ditetapkan sebagai pemenang.
Ditolak
Setelah mendengar dan membaca secara seksama keterangan termohon dan pihak terkait serta memeriksa alat bukti yang diajukan para pihak Mahkamah Konstitusi menolak gugatan yang diajukan dua pasang cagub Sumbar tersebut.
"Menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Menurut Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih setelah Mahkamah mendengar dan membaca secara seksama keterangan termohon dan pihak terkait, serta memeriksa alat bukti yang diajukan para pihak, maka pihaknya menolak semua gugatan.
Kemudian terkait adanya pelanggaran tata cara dan prosedur pelaksanaan pemungutan suara sampai proses rekapitulasi penghitungan suara tidak ada bukti yang meyakinkan mempengaruhi secara signifikan suara pemohon.
"Lagi pula diperoleh fakta bahwa saksi pemohon di tingkat kabupaten/kota juga menandatangani rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota dan provinsi," ujarnya.
Lalu soal sumbangan dana kampanye pasangan Mahyeldi-Audy yang dipersoalkan, telah diselesaikan oleh Bawaslu Sumbar dan dinyatakan bukan pelanggaran pidana pemilihan, dan telah diaudit oleh kantor akuntan publik dengan kesimpulan sesuai kriteria yang berlaku.
Usai pembacaan putusan MK, Cagub Sumbar Nasrul Abit mengucapkan selamat kepada Mahyeldi-Audy Joinaldy .
"Sudah diputus MK berarti sudah final. Saya sudah menelpon Pak Mahyeldi untuk mengucapkan selamat. Ini kan untuk Sumbar, bukan untuk kepentingan pribadi jadi saya ikhlas," katanya.
Menindaklanjuti putusan MK, KPU Sumbar secara resmi akhirnya menetapkan pasangan nomor urut 4 Mahyeldi-Audy Djoinaldy sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar terpilih dalam Pilgub Sumbar 2020.
Baca juga: Nasrul telepon Mahyeldi setelah gugatan ditolak MK
Sesuai dengan hasil rekapitulasi perolehan suara hasil pilkada gubernur Sumbar 2020 menyatakan pasangan nomor urut 4 Mahyeldi-Audy Djoinaldy sebagai pasangan terpilih dengan perolehan suara terbanyak yakni 726.853 suara atau 32,4 persen dari total suara yang ada.
Usai menetapkan pemenang Pilgub Sumbar 2020 KPU pun menyampaikan hasilnya kepada DPRD Sumbar.
Setelah menerima hasil pleno KPU, DPRD Sumbar akan menetapkan dalam rapat paripurna yang akan disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri untuk diterbitkan surat keputusan.
"Prosesnya nanti ditetapkan melalui rapat paripurna DPRD dan disampaikan ke Kemendagri untuk diterbitkan SK pelantikan dan segera dilantik oleh presiden," kata Ketua DPRD Sumbar Supardi.
Menanggapi hal itu tim hukum Mahyeldi-Audy menyebut putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan Cagub Mulyadi-Ali Mukhni dan Nasrul Abit-Indra Catri merupakan kemenangan rakyat Sumatera Barat.
"Masyarakat Sumatera Barat pantas bersyukur atas telah dilewatinya semua proses pilkada gubernur hingga proses hukum di Mahkamah Konstitusi, ini adalah kemenangan semua rakyat Sumbar, tidak hanya kemenangan pemilih Mahyeldi-Audy saja," kata Ketua Tim Hukum Mahyeldi-Audy Joinaldy, Miko Kamal.
Menurut dia setelah ini pihaknya menunggu jadwal pelantikan dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat, Mahyeldi-Audy dilantik agar visi, misi dan program unggulan mereka berdua dapat segera diwujudkan," katanya.
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021