Jakarta (ANTARA) - Kesan pertama penting dalam setiap perkenalan, termasuk ketika anak mulai berkenalan dengan sayuran pertama dalam hidupnya.
Tak jarang orangtua menghadapi anak yang pemilih soal makanan dan sulit dibujuk untuk mengonsumsi sayur, padahal ahli gizi Luciana B. Sutanto mengatakan dalam sepiring makan anak sebaiknya ada 30 persen sayur mayur dan buah.
"Pilih sayur pertama untuk anak yang agak manis, dimasak matang agar rasanya enak dan empuk," kata Dokter Spesialis Gizi Klinik dan President of Indonesian Nutrition Association (INA) dalam webinar, dikutip Minggu.
Baca juga: Cara potong sayuran untuk maksimalkan nilai gizinya
Baca juga: Diet sehat dengan konsumsi buah dan sayur fermentasi
Bila anak sudah punya kesan pertama yang buruk terhadap sayuran, akan lebih sulit untuk membujuknya memakan sayur di kemudian hari. Oleh karena itu, orangtua harus pintar-pintar memilih jenis sayuran yang bakal disukai.
Misalnya wortel yang penuh vitamin A dan membantu menjaga kekebalan tubuh atau labu yang pada dasarnya berbahan lembut cocok untuk makanan pertama anak, orangtua juga bisa memasak ubi yang mengandung serat, vitamin C dan vitamin B6. Jangan lupa untuk membuat teksturnya benar-benar halus dan buang kulitnya sebelum diberikan kepada anak.
Untuk anak yang sudah lebih besar tapi masih anti melihat sayuran yang masih berbentuk seperti aslinya, orangtua dapat mengakali dengan mencincang atau memarut sayuran dan menyelipkannya ke dalam isi piring, entah di dalam bola nasi, bakso atau kentang tumbuk. Aktris Alyssa Soebandono adalah salah satu contoh ibu yang berpikir kreatif dalam menghadapi anak yang pemilih soal makanan.
Semenjak memberikan makanan pendamping ASI untuk buah hati, dia selalu berupaya memasak menu yang variatif agar anak tidak bosan dan berselera makan. Untuk menyiasati agar anak mau makan sayur, Alyssa biasanya mencincang sayur lalu menyelipkan ke dalam makanan buah hati.
Memberi asupan gizi yang seimbang untuk anak, terutama pada usia lima tahun pertama, adalah hal krusial. Sebab, bila nutrisi yang tidak tercapai membuat pertumbuhan buah hati jadi tidak optimal. Salah satu risiko yang bisa terjadi adalah stunting, masalah gizi kronis akibat kurang asupan gizi dalam jangka waktu lama.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8 persen atau sekitar 7 juta balita menderita stunting dibanding data pada 2013 yang menunjukkan stunting balita mencapai 37,2 persen.
Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017 yaitu mencapai 36,4 persen. Sedangkan menurut data Riskesdas 2018, angka stunting di Indonesia menurun hingga 23,6 persen.
Baca juga: Buah dan sayur ini mengandung lebih banyak vitamin C dibanding jeruk
Baca juga: Jaga suasana hati dengan buah, sayur dan makanan kesukaan
Baca juga: Pola makan terbaik agar pria tak kena disfungsi ereksi
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021