Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi menyebutkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dinilai bisa menggugat perdata Rizieq Shihab terkait dugaan penggunaan lahan tanpa izin di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Ahmad Redi di Jakarta, Sabtu, mengatakan PTPN bisa menuntut Rizieq secara perdata sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

"Sangat bisa, selama memang ada kerugian yang diterima pihak tertentu, dalam hal ini PTPN," kata Redi.

Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Redi menilai gugatan perdata tidak akan mengganggu proses hukum pidana.

"Keduanya bisa jalan bersamaan," kata dia lagi.

Baca juga: PTPN VIII sebut lahan yang dilaporkan masih berdekatan ponpes Rizieq

Sejauh ini, langkah hukum yang sudah diambil PTPN VIII, yakni melaporkan Rizieq ke Bareskrim Polri. Adapun laporan polisi yang dibuat PTPN VIII itu teregister dengan nomor LP/B/0041/I/2021/Bareskrim 22 Januari 2021, dengan terlapor Muhammad Rizieq Shihab.

Polri masih tetap menangani kasus penggunaan lahan PTPN VIII oleh Rizieq Shihab. Di sisi lain, PTPN VIII bakal mengambil alih lahan yang ditempati Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah yang diasuh Rizieq Shihab di Kecamatan Megamendung.

Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning Diah Trisnowati mengatakan perusahaan berupaya menyelamatkan aset-aset negara, termasuk lahan berstatus hak guna usaha (HGU) di lahan pesantren itu.

Menurut Naning, langkah ini diambil untuk mengoptimalkan lahan yang masih produktif untuk dikelola, sehingga memberikan hasil keuangan kepada negara.

Pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika lahan yang ditempati Pondok Pesantren Markaz Syariah diambil oleh PT PTPN VIII.

Baca juga: PTPN VIII laporkan Rizieq Shihab ke Bareskrim soal lahan Megamendung

Sebab, dia menilai FPI melanggar banyak undang-undang (UU) terkait keberadaan dan berdirinya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di atas kavling seluas kurang lebih 31,91 hektare.

“Terutama UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih Rp4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,” kata Iwan.

Dia menilai akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Karena, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII, dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.

“Bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan namun juga membuat aneka bangunan,” ujarnya.

Dia menambahkan HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukkan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk hak guna bangunan (HGB).

“Harusnya untuk perkebunan bukan untuk pendidikan dan bangunan,” ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR: Persoalan lahan PTPN-HRS harus diselesaikan proporsional

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021