Ardika dikenal berkepribadian lembut namun tegas dalam mengeksekusi berbagai kebijakan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif
Jakarta (ANTARA) - Dunia pariwisata Indonesia menangis ketika kabar duka itu datang. Putra terbaik yang telah menorehkan jasa besar dalam peletakan fondasi kebijakan pariwisata Indonesia, I Gede Ardika, berpulang.
Seiring pagi yang basah lantaran hujan yang tak berkesudahan di berbagai daerah di tanah air, putra berdarah Bali itu menghembuskan napas terakhirnya.
I Gede Ardika, Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Republik Indonesia, I meninggal dunia pada Sabtu (20/2) pagi di Bandung, Jawa Barat, sekitar pukul 07.46 WIB.
Dalam beberapa waktu terakhir, ia menderita sakit dan harus dirawat di RS St. Boromeus, Bandung, hingga meninggalnya.
I Gede Ardika menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk dua kabinet, yakni Kabinet Persatuan Nasional di bawah Presiden Abdurrahman Wahid sejak 2000 hingga 2001 dan Kabinet Gotong Royong di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri dari 2001 sampai 2004.
Di antara menteri-menteri lain, ia merupakan menteri karier yang meniti kariernya dari bawah sebagai pegawai di kementerian yang kemudian ia pimpin.
Ardika dikenal berkepribadian lembut namun tegas dalam mengeksekusi berbagai kebijakan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Di bawah kepemimpinannya, sektor pariwisata Indonesia mampu menjaring lima juta wisatawan mancanegara (wisman) dengan total devisa 4 miliar dolar AS pada kurun 2002-2004 di tengah pemulihan ekonomi pascakrisis ekonomi berat 1998.
Kepergiannya mengejutkan banyak pihak termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, yang menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas berpulangnya I Gede Ardika.
"Saya atas nama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kepergian Bapak I Gede Ardika, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata periode tahun 2000-2001 dan periode 2001-2004," kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Ia mengatakan bahwa berpulangnya I Gede Ardika adalah kehilangan besar bangsa ini.
Di mata Sandiaga, I Gede Ardika telah menetapkan dasar yang kuat dalam pembangunan kepariwisataan nasional yang lekat dengan khazanah budaya dan kekayaan alam.
Desa Wisata
Ketika kini marak desa wisata dikembangkan dan menjadi tren saat pandemi karena kecenderungan wisatawan yang menyukai “back to nature”, Ardika telah lama menyusun konsep tentang itu.
Pria kelahiran Singaraja, Bali, 15 Februari 1945 itu cukup visioner dan memiliki pandangan yang luas tentang kepariwisataan berkelanjutan dalam praktik pembangunan nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi pariwisata berkualitas.
Hal tersebut ia tuangkan dalam buku berjudul "Pariwisata Berkelanjutan, Rintis Jalan Lewat Komunitas" yang diluncurkan pada tahun 2008.
Dari situ pulalah kemudian I Gede Ardika dikenal sebagai salah seorang pelopor pengembangan wisata desa di Indonesia.
Konsep-konsep perihal pengembangan wisata pedesaan banyak digunakan hingga kini, termasuk concernnya terhadap seni dan budaya masyarakat rural.
Meskipun bukan sarjana seni, Ardika dikenal sebagai sosok pelestari seni dan budaya bukan saja untuk Bali semata melainkan seluruh bangsa ini.
Di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, lulusan Akademi Perhotelan Nasional (APN) Bandung tersebut bekerja keras untuk mewujudkan bangkitnya kembali dunia pariwisata di tanah air sehingga bisa semakin berkembang.
Ia juga sebagai penggagas konsep wisata desa yang dipresentasikan pada Sidang Umum UNWTO di Santiago, Chili, pada 1999 saat pengesahan Kode Etik Pariwisata Dunia (Global Code of Ethics for Tourism).
Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Sekretaris Utama Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Wayan Giri Adnyani, yang telah lama mengenalnya mengaku terpukul dengan kepergian Ardika.
“Selamat jalan Bapak I Gede Ardika, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata periode 2000 - 2004, dumogi polih genah sane becik, dumogi amor ing acintya (Semoga mendapatkan tempat terbaik, menyatu dengan Tuhan),” ucap Giri Adnyani.
Beasiswa
Sebagaimana tercatat dalam "kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id", I Gede Ardika menjabat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada 23 Agustus 2000 saat terjadi perombakan (reshuffle) susunan anggota Kabinet Persatuan Nasional.
Karier I Gede Ardika di dunia pariwisata bermula setelah ia lulus dari Akademi Perhotelan di Bandung pada 1967.
Setelah itu, ia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk menempuh pendidikan Manajemen Perhotelan di Institut International Glion, Swiss, pada 1969.
Setelah tiga tahun, ia kembali ke Indonesia dan dipercaya untuk mengemban tugas sebagai Kepala Seksi Pengajaran sekaligus dosen mata kuliah "Housekeeping" di APN Bandung.
Pada 1976 hingga 1978, ia mengemban tugas sebagai Pejabat Sementara Direktur National Institute Bandung, kemudian dipindah tugaskan untuk menjabat Direktur Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata di Nusa, Bali.
Karier Ardika di dunia pariwisata semakin berkembang saat ia dipindahtugaskan sebagai Plt Kepala Sub Direktorat Perhotelan dan Penginapan Ditjen Pariwisata pada 1985 di Jakarta.
Ia kemudian diangkat menjadi Kepala Bagian Perencanaan Ditjen Pariwisata tahun 1988-1991, dan mendapat tugas kembali ke Bali untuk menjabat Kakanwil Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Parpostel) Provinsi Bali.
Ardika kembali ke Jakarta pada 1993 dan dipercaya sebagai Kepala Pusdiklat Departemen Parpostel. Selanjutnya pada 1996 menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Pariwisata masih dalam lingkungan Departemen Parpostel. Setelah itu, tahun 1998 ia diangkat menjadi Direktur Jenderal Pariwisata, Departemen Pariwisata Seni dan Budaya.
Pada 2000 ia diangkat menjadi Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata Kabinet Persatuan Nasional. Kemudian ia terpilih kembali menjadi menteri Kebudayaan dan Pariwisata dalam Kabinet Gotong Royong.
Sosok I Gede Ardika sulit dipisahkan dari pariwisata meskipun ia telah lama mengakhiri karier dan jabatannya.
Dunia pariwisata Indonesia takzim berkhidmad kepada I Gede Ardika, berpulanglah dalam damai putra terbaik bangsa.
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021