Tujuan pengobatan kanker payudara pada stadium dini tidak hanya untuk mengontrol penyakit tetapi juga kuratif atau mencapai kesembuhan

Jakarta (ANTARA) - Deteksi dini kanker payudara sangat memengaruhi tingkat bertahan hidup dan kesembuhan bagi penderitanya, selain juga terhadap sosio ekonomi karena mayoritas pengidapnya di Indonesia adalah kelompok usia produktif.

HER2-positif merupakan faktor agresivitas sel kanker payudara yang diasosiasikan dengan tingkat kesintasan yang rendah. Namun, studi menunjukkan bahwa penanganan kanker payudara HER2-positif yang optimal pada stadium dini dapat menurunkan risiko kekambuhan atau kematian dibandingkan jika mendapat kemoterapi saja, kata dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B(K)Onk, M.Epid, MARS, spesialis bedah onkologi yang juga aktif di Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.

"Tujuan pengobatan kanker payudara pada stadium dini tidak hanya untuk mengontrol penyakit tetapi juga kuratif atau mencapai kesembuhan, sehingga pasien dapat kembali menjalani kehidupannya secara produktif," kata dr. Sonar dalam edukasi virtual forum komunitas bertajuk "Akses Penanganan Kanker Payudara HER2+ Stadium Dini: Tantangan dan Harapan", Jumat.

Baca juga: Kasus kanker payudara dan leher rahim masih paling tinggi di Indonesia

dr. Sonar mengatakan Saat ini salah satu terapi yang terbukti efektif pada kanker payudara HER2-positif stadium dini adalah pemberian terapi target dengan trastuzumab dan kemoterapi yang dapat meningkatkan angka kesintasan dan menurunkan risiko kekambuhan pasien.

Pasien yang melakukan terapi ini disebut dapat mengurangi risiko kekambuhan dibandingkan dengan pemberian kemoterapi saja. Dengan pengobatan yang optimal pada stadium dini, hal ini berpotensi untuk meringankan beban bagi pasien atau keluarga pasien, dan sistem kesehatan.

"Kehadiran JKN (Jaring Kesehatan Nasional) telah mempermudah akses terhadap diagnosis, namun perlu juga diikuti penanganan kanker payudara HER2-positif yang komprehensif untuk meningkatkan luaran klinis terapi," ujar dr. Sonar.

Dari beberapa penelitian, terlihat bahwa penanganan kanker payudara sejak stadium dini dengan tepat dan komprehensif berpotensi meringankan beban bagi pasien dan sistem kesehatan, di mana biaya total penanganan kanker payudara pada stadium II, III, dan IV adalah 32 persen, 95 persen, dan 109 persen lebih tinggi dibandingkan stadium I.

Berdasarkan riset Penyakit Tidak Menular yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (2016) yang dilakukan pada sampel berusia 25-64 tahun di perkotaan, sebanyak 90 persen pasien kanker payudara di Indonesia berusia produktif antara 25-55 tahun, sehingga secara tidak langsung memiliki potensi dampak terhadap aspek sosio ekonomi masyarakat.

Baca juga: Onkolog: Satu dari delapan perempuan berisiko terkena kanker payudara

Dampak tersebut tidak hanya menjadi beban pada tingkat keluarga tetapi juga pada sistem kesehatan secara umum. Namun, jika ditangani secara komprehensif sejak stadium dini, kanker payudara memiliki peluang kesembuhan yang lebih tinggi dan berpotensi untuk mengurangi dampak sosio ekonomi masyarakat.

Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., MBA, MKes Apt., seorang ahli ekonomi kesehatan dan juga seorang dosen senior di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan bahwa kesehatan masyarakat perlu dilihat sebagai sebuah investasi, bukan sebagai biaya.

Selain deteksi dini, pemberian akses terhadap terapi yang optimal pada pasien kanker payudara sejak stadium dini merupakan salah satu prinsip pencegahan agar penyakit tidak bermetastasis dan tidak mengalami perburukan.

Di Indonesia saat ini penanganan kanker payudara di stadium dini untuk kemoterapi dan terapi endokrin sudah tercakup oleh BPJS.

Dengan perkembangan teknologi yang pesat terutama dalam terapi kanker seperti halnya terapi target Anti-HER2, dapat memberikan harapan lebih baik dalam keberhasilan sehingga berdampak positif terhadap luaran sosial ekonomi.

Baca juga: Membedakan nyeri jelang menstruasi dengan nyeri akibat tumor payudara

"Hal ini memerlukan pertimbangan ekonomi kesehatan dalam penentuan cakupan manfaat dalam jaminan kesehatan," ujar Dr. Diah.

Sebuah telaah sistematis menunjukkan bahwa terapi pada kanker payudara stadium dini dengan trastuzumab diakui cost-effective di China, Jepang, Singapura, dan Taiwan. Artinya, di negara tersebut setelah dilakukan evaluasi ekonomi diputuskan sebagai terapi pilihan.

Di negara lain, seperti Thailand, pemberian trastuzumab dengan kombinasi kemoterapi juga dinilai cost-effective dibandingkan dengan kemoterapi saja pada kanker payudara stadium dini dan telah masuk dalam paket manfaat jaminan kesehatan nasional sejak tahun 2014.

Dalam rangkaian peringatan Hari Kanker Sedunia, para penyintas kanker payudara HER2-positif yang tergabung dalam Cancer Information and Support Center (CISC) menyelenggarakan edukasi media virtual dan forum komunitas.

Forum ini memaparkan bahwa berdasarkan data Global Cancer Observatory 2020 dari WHO, kasus kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah kanker payudara, yakni 65.858 kasus setara dengan 16,6 persen dari total 396.914 kasus kanker.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyatakan besaran angka kanker untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk.

Sekitar 1 dari 5 pasien kanker payudara di Indonesia mengidap jenis HER2-positif (Human Epidermal Growth Factor Receptor), yang merupakan salah satu jenis kanker payudara yang agresif.

Baca juga: Kemkes: Kanker payudara duduki urutan pertama insiden kanker Indonesia

Baca juga: Menkes: Kematian tinggi akibat kanker picu beban JKN sangat besar

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021