Kanada (ANTARA) - Peneliti Danuta Skowronski dan Gaston De Serres pada Rabu (17/2) mendesak negara-negara agar menunda pemberian dosis kedua vaksin COVID-19 Pfizer, yang mereka katakan memiliki keampuhan 92,6 persen setelah dosis pertama.
Kedua peneliti mengatakan temuan mereka bermula dari dokumen Pfizer yang diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Temuan itu juga serupa dengan keampuhan 92,1 persen dosis pertama yang dilaporkan vaksin mRNA-1273 Moderna, kata Skowronski dan De Serres melalui surat yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine.
Mereka memperingatkan bahwa mungkin terjadi ketidakpastian soal durasi perlindungan dengan dosis tunggal, akan tetapi menurut mereka pemberian dosis kedua sebulan setelah dosis pertama memberikan "sedikit khasiat tambahan dalam jangka pendek."
"Mengingat kurangnya vaksin saat ini, penundaan dosis kedua menjadi masalah keamanan nasional yang, jika diabaikan, tentunya akan menimbulkan ribuan pasien rawat inap dan kematian COVID-19 di Amerika Serikat pada musim dingin ini," para penulis memperingatkan.
Dalam tanggapannya, Pfizer menyebutkan bahwa penjadwalan alternatif pemberian dosis vaksin buatannya belum dievaluasi dan keputusan untuk melakukan itu (pemberian dosis kedua) berada di tangan otoritas kesehatan.
"Kami di Prizer yakin bahwa sangat penting bagi otoritas kesehatan untuk mengawasi jadwal alternatif pemberian dosis guna memastikan bahwa vaksin memberi perlindungan semaksimal mungkin," katanya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Presiden terpilih Biden terima dosis kedua vaksin COVID-19 Pfizer
Baca juga: Studi Israel temukan vaksin Pfizer 95 persen efektif lawan COVID-19
Baca juga: Riset: Vaksin COVID Pfizer-BioNtech ampuh lawan varian Inggris, Afsel
Hasil uji terkini efektivitas vaksin terhadap 3 varian Sars Cov2
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021