Mataram (ANTARA) - Aplikasi berbasis web Lestari yang dibuat Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mendukung program zero waste atau bebas sampah di daerah itu menuai kritik lantaran dinilai mubazir.

Direktur Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB, Dwi Aries Santo, mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB justru terkesan memperbanyak website ketimbang melakukan sosialisasi terhadap website pengaduan yang sudah ada. Sebut saja aplikasi pengaduan NTB Care.

"NTB Care yang harus disosialisasikan biar masyarakat tahu tidak hanya soal layanan publik tapi keluhan sampah," kata Aries di Mataram, Selasa.

Kritik SOMASI bukan tanpa alasan. Pada website Lestari, kanal pengaduan masyarakat soal sampah ternyata terintegrasi pada aplikasi NTB Care.

Baca juga: Mataram optimalkan TPS keliling untuk atasi masalah sampah

Baca juga: TPS ilegal kategori skala besar di Mataram-NTB berhasil ditutup DLH

"Kalau pada akhirnya aplikasi Lestari ini juga sebagai wadah pengaduan kepada masyarakat, apa bedanya sama NTB Care," ujarnya.

Aries mengatakan jika kanal pengaduan pada aplikasi Lestari terintegrasi dengan NTB Care, mengapa harus membuat aplikasi baru. Padahal, Pemprov dapat menambah kanal baru soal aduan sampah pada NTB Care.

"Menurut saya cukup bagus NTB Care sebagai mekanisme pengaduan secara online dari masyarakat kepada pemerintah terhadap semua jenis kebijakan yang ada di pemerintah provinsi dan kabupaten kota, dengan munculnya aplikasi Lestari sebagai sarana pengaduan tak ada ubahnya dengan NTB Care. Justru ini akan membingungkan masyarakat," cetus Aries.

Ia mengatakan masyarakat saat ini butuh bukti kongkrit terhadap masalah sampah di NTB. Seharusnya, Pemprov lebih fokus menyikapi kritikan program zero waste dengan segera mengatasi masalah sampah ketimbang fokus membuat kanal aduan baru.

"Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah kebijakan tata kelola sampahnya. Bukan aplikasi seperti ini. Itu menurut saya kurang kongkrit juga. Ini hanya sebagai jawaban penghibur saja kepada gelisahnya masyarakat saat ini soal program zero waste," ucapnya.

Sebelumnya, aplikasi Lestari sempat di-review oleh Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalillah. Menurut Rohmi, aplikasi tersebut mempermudah masyarakat mendapat informasi seputar pengelolaan sampah di NTB.

"Adanya aplikasi ini agar dapat menjangkau ke ujung tanpa selat sehingga masyarakat maupun bank sampah dapat dengan mudah mengaksesnya," ujar Rohmi.

Dari hasil penelusuran, aplikasi Lestari yang dapat diakses di laman https://lestari.ntbprov.go.id/ justru adalah website, bukan aplikasi berbasis web. Ruang interaksi masyarakat yang seharusnya menjadi ikon untuk aplikasi web tidak ada.

Pengaduan pun terintegrasi pada NTB Care. Sedangkan melalui Play Store tidak ditemukan aplikasi yang dimaksud.

Selain itu, persoalan aplikasi Lestari, pihaknya menilai program tersebut kurang sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota.

"Soal zero waste ini semestinya provinsi membuka ruang kerjasama dengan kabupaten/kota. Karena kabupaten/kota yang memiliki wilayah," katanya.

Dia mengatakan Pemprov NTB dalam menjalankan program terkesan tidak melibatkan kabupaten/kota dalam mengeksekusi. Termasuk soal anggaran terhadap kabupaten/kota dalam menjalankan program tanpa sampah tersebut.

"Provinsi dalam implementasi terkesan tidak melibatkan kabupaten kota dalam mengeksekusi," ujarnya. Kalau soal tata kelola sangat mungkin program yang dijalankan provinsi disinergikan dengan kabupaten/kota. Kesannya provinsi mengeksekusi sendiri, ujarnya.

Fakta di lapangan justru sampah masih menumpuk di mana-mana.

"Apa yang bisa kita katakan berhasil? Sampah hampir di setiap sudut kabupaten/kota," ucapnya.

Dia mengatakan seharusnya indikator kesuksesan program tersebut diukur dari dampak terhadap masyarakat, bukan hanya semata program tersebut terlaksana tanpa ada dampak yang ditimbulkan.

"Kalau dikatakan program terlaksana itu gampang saja. Dalam logika perencanaan kita merencanakan beberapa jenis, ketika dilaksanakan selesai. Tapi dampak dari pelaksanaan program itu apa?" ujarnya.

Pertanyaannya, ketika program direncanakan dan dilaksanakan, dampaknya apa, ujarnya, masyarakat melihat sampah masih ada di mana-mana. Sama seperti sebelum program zero waste disusun.

Dia meminta Pemprov NTB ke depannya harus terus bersinergi dengan kabupaten/kota. Termasuk soal anggaran, sehingga jika kabupaten/kota berhasil sukseskan zero waste, kesuksesan tersebut tidak diklaim sebagai kesusksesan Pemprov semata.

"Kritik dipandang sebagai bukti tatanan pemerintahan yang demokratis, iya. Tapi kalau sebagai bukti dalam sebuah program tertentu yang dikritik, berarti ada persoalan. Bukan sebagai tanda keberhasilan," katanya.*

Baca juga: Mataram hadapi kendala dalam mengelola sampah pasar

Baca juga: Mataram akan pasang kamera pengawas untuk pantau pengangkutan sampah

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021