“Kalau profitabilitas bagus, otomatis yang bisa mengakses semakin besar dan begitu seterusnya. Ini menciptakan lingkaran baru dan keluar dari track yang lama,” katanya dalam diskusi daring Indef terkait perbankan syariah di Jakarta, Selasa.
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Islam UI itu mengatakan pola baru tersebut adalah biaya dana atau cost of fund yang diperkirakan akan lebih rendah.
Selama ini, lanjut dia, dana yang dikelola perbankan syariah adalah dana masyarakat yang mahal atau yang disimpan dalam bentuk deposito sehingga membutuhkan bagi hasil yang tinggi.
Baca juga: Ekonom Indef yakini BSI jadi lompatan besar perbankan syariah
Penyebabnya, karena bank syariah sebagian besar dalam ukuran kecil sehingga untuk menarik dana masyarakat dilakukan dengan menawarkan bagi hasil yang besar.
Sementara itu, dengan bergabungnya tiga bank syariah yang merupakan anak usaha tiga bank BUMN, ia mengharapkan kemampuan bank hasil merger itu akan semakin besar didukung skala ekonomi yang besar, maka biaya dana bisa ditekan.
Saat ini, BSI memiliki aset mendekati Rp240 triliun sehingga mendorong aktivitas perbankan syariah yang lebih beragam, skala ekonomi yang lebih besar dan potensi yang bisa digarap juga akan lebih luas.
Baca juga: Anggota DPR apresiasi BI dalam pengembangan ekonomi syariah
Bank yang diresmikan 1 Februari 2021 itu, lanjut dia, kini juga lebih fokus setelah sebelumnya terjadi persaingan bisnis di antara ketiga bank sebelumnya.
“Harapannya ketika semakin besar perbankannya, skala ekonomi besar, maka cost of fund bisa ditekan, otomatis implikasinya kepada financing, pricing juga lebih rendah,” katanya.
Dengan begitu, lanjut dia, bank syariah dapat mengelola profil risiko nasabah menjadi lebih baik sehingga akan berdampak kepada profitabilitas.
“Selama ini selalu dikeluhkan bank syariah, dapat orang-orang yang profil risiko tinggi, yang ditolak bank konvensional, lalu pergi ke bank syariah dan mau tidak mau harus diterima karena itu adalah market sehingga sisi risiko juga akan lebih tinggi,” katanya.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021