BPKP tidak berwenang mengaudit kerugian negara

Banda Aceh (ANTARA) - Empat terdakwa korupsi pengadaan sertifikasi aset tanah PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan nilai Rp8,2 miliar di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh menolak dakwaan jaksa penuntut umum.

Penolakan tersebut dibacakan masing-masing terdakwa melalui penasihat hukumnya pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, di Banda Aceh, Senin.

Sidang berlangsung secara virtual dengan majelis hakim diketuai Dahlan, didampingi Edwar dan Nurmiati masing-masing sebagai hakim anggota.

Hadir jaksa penuntut umum (JPU) Hari Arfan dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur. Keempat terdakwa mengikuti persidangan secara telekonferensi dari Lapas Kelas IIB Idi, Kabupaten Aceh Timur.

Empat terdakwa itu, yakni Iman Ouden Destamen Zalukhu dengan penasihat hukum Jalaluddin dan Najmuddin, terdakwa Saefuddin dengan penasihat Eko Suprijandi, terdakwa Robi Irawan dengan penasihat hukum Sultoni Hasibua, serta terdakwa Muhammad Aman Prayoga dengan penasihat hukum Jupenris Sidaurut dan Muhammad Iqbal Rozi.

Terdakwa Muhammad Aman Prayoga dalam eksepsinya yang dibacakan penasihat hukumnya Jupenris Sidaurut dan Muhammad Iqbal Rozi menilai, dakwaan jaksa penuntut umum kabur dan tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Seperti audit kerugian negara BPKP. BPKP tidak berwenang mengaudit kerugian negara. Yang berwenang adalah BPK sebagaimana diatur UU Nomor 15 Tahun 2006 dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan, pengelolaan, dan tanggung jawab keuangan negara," kata Muhammad Iqbal.

Selain itu, kata Muhammad Iqbal Rozi, terdakwa Muhammad Aman Prayoga tidak terkait dengan sertifikasi aset tanah PT KAI. Bukti-bukti ketidakterkaitan terdakwa Muhammad Aman Prayoga telah disampaikan untuk menangkis dakwaan jaksa penuntut umum.

"Karena itu, kami meminta majelis hakim menerima eksepsi terdakwa, membatalkan dakwaan JPU serta menghentikan perkara ini dan membebaskan terdakwa dari tahanan," kata Muhammad Iqbal Rozi.

Senada juga disampaikan terdakwa Iman Ouden Destamen dalam eksepsi yang dibacakan penasihat hukumnya Najmuddin. Menurut terdakwa, dakwaan JPU dibuat tidak berdasarkan ketentuan hukum.

"Dakwaan dibuat tidak berdasarkan waktu, tidak lengkap tindak pidananya. Begitu juga dakwaan JPU yang menyebutkan terdakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain, namun setelah kami mempelajari, tidak benar terdakwa memperkaya diri maupun orang lain," kata Najmuddin.
Baca juga: Polda Aceh tetapkan dua tersangka baru kasus korupsi PT KAI


Begitu juga dengan eksepsi terdakwa Robi Irawan yang dibacakan penasihat hukumnya Sultoni Hasibuan. Terdakwa menyatakan dakwaan JPU kabur dan tidak memenuhi syarat.

"Selain itu, JPU menyampaikan kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP. Padahal, BPKP tidak berwenang menghitung kerugian negara. Karena tidak berwenang, maka dakwaan tidak dapat diterima," kata Sultoni Hasibuan.

Terhadap eksepsi para terdakwa yang dibacakan penasihat hukum mereka, JPU Hari Arfan menyatakan akan menyampaikan jawaban.

JPU meminta waktu tujuh hari untuk menyiapkan jawaban kepada majelis hakim. Sidang dilanjutkan pada 22 Februari mendatang dengan agenda mendengarkan jawaban JPU terhadap eksepsi para terdakwa.

Dugaan tindak pidana korupsi tersebut berawal dari penyelidikan Polda Aceh sejak 2019 atas pelaksanaan kegiatan pengadaan sertifikasi tanah milik PT KAI Sub-Divre I Aceh di Wilayah Aceh Timur, mulai dari Birem Bayem hingga Madat.

Sertifikasi aset meliputi 301 bidang tanah dengan kontrak Rp8,2 miliar. Dalam pelaksanaan pekerjaan mulai dari perencanaan hingga program pembuatan sertifikat, diduga terjadi penggelembungan harga yang menimbulkan kerugian negara Rp6,5 miliar lebih.
Baca juga: Kejati Aceh teliti berkas perkara dugaan korupsi PT KAI
Baca juga: Kasus korupsi PT KAI segera disidangkan Pengadilan Tipikor Banda Aceh

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021