terima kasih, Walhi yang sudah mulai bicara sampah

Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat angkat bicara terkait banyaknya kritikan yang datang terkait program zero waste atau bebas sampah yang digaungkan Pemerintah Provinsi NTB.

Kepala Dinas LHK NTB, Madani Mukarom di Mataram, Kamis, mengatakan justru sejak awal memang menjadi kata kunci utama dalam program zero waste, sehingga hal pertama yang dilakukan Pemprov adalah melakukan MoU dan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan seluruh bupati/wali kota.

"Tidak hanya pemerintah daerah, secara paralel menggandeng seluruh komunitas lingkungan, bahkan difasilitasi Pemda kabupaten/kota berinteraksi dengan desa dan kelurahan," ujarnya.

Keterbatasan kewenangan dan anggaran juga disadari Pemprov, sehingga dari sisi proporsi anggaran, 70 persen - 87 persen dari alokasi anggaran, diperuntukkan untuk Tempat Pemrosesan Akhir Regional (TPAR).

"Tanpa Kabupaten/Kota, tidak mungkin capaian zero waste yang berwujud hari ini bisa dicapai. Kami ucapkan terima kasih kepada bupati dan wali kota, kepala desa, dan seluruh komunitas warga atas kolaborasinya," ucap Madani.

Baca juga: Walhi NTB nilai "zero waste" program setengah hati

Ia menjelaskan, dari sisi regulasi persampahan, ada dua model kewajiban pengelolaan sampah, yakni pengurangan sampah dan penanganan sampah.

Target dari kedua jenis pengelolaan sampah ini sudah ditetapkan secara nasional, melalui Perpres 97/2019 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (SRT) dan Sampah Sejenis Rumah Tangga (SSRT).

Provinsi dan kabupaten/kota yang diwajibkan menetapkan Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah) SRT dan SSRT juga sudah dilakukan, sisa satu kabupaten saja yang belum memiliki Jakstrada, yakni Dompu.

"Kami terus memperkuat kabupaten/kota dalam hal strategi penanganan dan pengurangan SRT dan SSRT," jelasnya.

Madani mengaku bersyukur, sejak program ini bergulir, ada peningkatan persentase pengelolaan sampah SRT/SSRT. Dari sisi penanganan SRT/SSRT, jumlah sampah yang ditangani hanya 20 persen tahun 2018 atau 513,55 ton/hari. Jumlah ini meningkat menjadi 37,63 persen atau 980,35 ton di tahun 2020, sedangkan tahun sebelumnya 34,91 persen.

Paling menggembirakan adalah di sisi angka pengurangan SRT/SSRT, sebab sebelum program ini digencarkan, volume sampah yang ditangani dengan strategi pengurangan atau sampah yang diolah tanpa masuk ke TPA hanya 0,5 persen atau 12,8 ton saja. Angka ini meningkat 1.400 persen atau 14 kali lipat, menjadi 7,1 persen di tahun 2020.

Sejumlah program pengurangan SRT/SSRT diantaranya Bank Sampah, Lubang Biopori, Compos Bag, BSF (Black Soldier Fly) Mandiri, TPS3R, pengelolaan sampah mandiri, pengelolaan sampah skala lingkungan, hingga aktivitas di lembaga-lembaga pendidikan.

"Soal aplikasi Lestari, itu kan hanya tools saja. Ini justru wujud transparansi kami atas program selaku lembaga publik. Semua bisa mengawasi dan memperoleh akses informasi," katanya.

Ia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi agar target-target seperti apa yang menjadi visi zero waste bisa terwujud.

Baca juga: Inginkan "zero waste", NTB kampanyekan pilah sampah dari rumah tangga

Lebih lanjut, mantan Kepala KPH Rinjani Barat ini menegaskan, jika hanya mendorong pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga hanya secara konvensional saja, maka progres pengelolaan sampah di NTB, tidak akan mengalami peningkatan signifikan. Apalagi tetap bertahan dengan strategi hanya memperbanyak truk angkut sampah agar semua sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Kemampuan fiskal daerah tidak akan pernah cukup dan seluas apapun TPA yang akan dibangun, maka tidak akan cukup. Semakin tinggi volume sampah yang diangkut ke TPA, maka akan semakin mempercepat umur operasional TPA. Sehingga tidak menutup kemungkinan, setiap 10 tahun, kita mendirikan TPA baru.

"Upaya konvensional seperti ini tetap dilakukan, tetapi juga harus diperbanyak upaya lain. Ini yang jadi fokus kami. Pengurangan SRT/SSRT ini yang kami optimalkan," jelasnya.

Visi zero waste, lanjut Madani, bagaimana sampah yang diangkut ke TPA kian minimal, bahkan ditargetkan hanya residu saja yang dibawa ke TPA. Strategi-strategi pengelolaan sampah mulai diperbanyak, sebab tanpa strategi yang berkelanjutan, biaya angkut sampah akan kian meningkat, dan suatu saat kita tidak akan lagi memiliki tempat untuk mendirikan TPA, seiring peningkatan jumlah populasi dan produksi sampah. Berbagai inovasi juga dilakukan di UPT TPA Regional Kebon Kongok dalam mengelola SRT/SSRT.

Pengelola mulai melakukan upaya-upaya untuk memperpanjang umur TPA. Mulai dari pemilahan plastik, produksi kompos, serta metode pemeliharaan BSF (Black Soldier Fly) menghasilkan magot untuk pakan ternak dan ikan. Ada juga produksi pelet sampah untuk keperluan bahan bakar. Dinas LHK sudah menjalin kerja sama dengan PLN agar pelet sampah yang dihasilkan diserap untuk dimanfaatkan sebagai tambahan bahan bakar batu bara di PLTU Jeranjang.

Yang terbaru, Dinas LHK juga akan mulai mengelola sampah/limbah B3 (Bahan Beracun, Berbahaya) seperti limbah medis yang dihasilkan fasilitas kesehatan. Selama ini, Pemda mengeluarkan banyak biaya membawa B3 ini untuk dihancurkan di luar daerah. Sekarang, Dinas LHK sudah memiliki fasilitas penanganan sampah B3 di Sekotong Lombok Barat.

"Sekarang masih dalam tahap uji alatnya dan perizinan di pusat. Tahun ini kami targetkan operasional," harap Madani.

Baca juga: Pemprov NTB gandeng Pemkot Mataram kawal program bebas sampah

Sebelumnya, program zero waste mendapatkan kritikan dari Sahabat Pariwisata Indonesia (SAPANA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB. Program tersebut disebut hanya sebagai ajang pencitraan karena praktik di lapangan sampah menumpuk di banyak tempat.

Atas berbagai kritik terhadap program zero waste, Madani Mukarom mengaku justru mengapresiasi atas berbagai penilaian dan komentar-komentar tersebut.

"Tiba-tiba ramai di media, ini poin yang baik terhadap program zero waste. Terima kasih, Walhi yang sudah mulai bicara sampah. Serta teman-teman media yang memuat isu-isu zero waste," ucap Madani.

Menurutnya, kenapa perbincangan sampah para pihak ini patut diapresiasi, sebab salah satu persoalan besar pengelolaan sampah adalah soal mindset serta pengetahuan bagaimana alternatif-alternatif pengelolaan sampah secara menyeluruh butuh dibincangkan secara terus menerus. Agar semua pihak tetap menyadari bahwa produksi sampah, perlu terus kita tangani bersama.

"Tagline pengelolaan sampah yang kami gaungkan 'Sampahmu, Tanggung Jawabmu'. Ini agar semua orang juga ikut serta berkolaborasi ikut menyelesaikan persoalan sampah," katanya.

Baca juga: Wagub ajak warga NTB sukseskan Clean Up Day
Baca juga: Gaya hidup "zero waste" yang semakin dilirik

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021