Tahun pemulihan ini sangat baik untuk dimanfaatkan oleh para investor yang ingin melakukan diversifikasi investasi ke reksa dana saham
Jakarta (ANTARA) - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyarankan investor melakukan diversifikasi atau memindahkan sebagian dana investasi ke reksa dana saham pada tahun ini.
"Tahun pemulihan ini sangat baik untuk dimanfaatkan oleh para investor yang ingin melakukan diversifikasi investasi ke reksa dana saham," kata Head of Investment Specialist MAMI Freddy Tedja melalui keterangan di Jakarta, Kamis.
Walau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Januari ditutup melemah 1,95 persen, namun bursa saham pada Februari sudah kembali bangkit. Jika dihitung sejak awal tahun 2021 hingga 9 Februari 2021, IHSG telah bergerak naik 3,39 persen ke level 6.181,67.
Baca juga: MAMI dan Raiz Invest jalin kerja sama pemasaran reksa dana syariah
Freddy mengatakan proyeksi tahun pemulihan ini juga tercermin pada kinerja reksa dana saham yang mulai merangkak bangkit. Sebagai contoh, reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) yang pada akhir Januari 2021 lalu memberikan kinerja enam bulan sebesar 33,15 persen.
Sementara sejak awal 2021 hingga akhir Januari 2021, MSA memberikan kinerja satu bulan sebesar 0,63 persen, jauh melampaui tolok ukurnya (IDX80) yang sebesar minus 2,55 persen. Reksa dana MSA mengedepankan fokus pada perusahaan di sektor siklikal yang diuntungkan oleh potensi pemulihan ekonomi domestik.
Walaupun, sekarang saat yang baik untuk memanfaatkan peluang di tahun pemulihan, lanjut Freddy, namun profil risiko investor dan horizon investasi menjadi kunci dalam menentukan pilihan kelas aset dalam investasi.
"Reksa dana saham cocok bagi investor dengan profil risiko agresif dengan horizon investasi jangka panjang. Prinsip kehati-hatian dalam menentukan pilihan produk investasi dan perusahaan manajer investasi yang akan mengelola dana anda akan sangat menentukan hasil yang akan Anda nikmati di masa depan kelak," ujar Freddy.
Freddy menuturkan sejak kuartal keempat pada 2020, mulai terjadi perbaikan ekonomi global secara gradual, ditopang oleh pertumbuhan di negara-negara berkembang di kawasan Asia. Pemulihan ekonomi dan perdagangan yang terjadi pada 2021 akan ditopang oleh ketersediaan vaksin dan normalisasi aktivitas ekonomi.
Selain itu, kebijakan yang akomodatif juga akan berperan penting seperti suku bunga rendah, pelonggaran kuantitatif, dan stimulus fiskal yang masih akan berlanjut di tahun ini.
"Potensi unggulnya perekonomian negara-negara berkembang membuat arus dana mengalir ke Asia, termasuk juga Indonesia, yang menawarkan potensi kinerja menarik. Pergeseran sentimen ke negara berkembang juga akan didorong rendahnya porsi kepemilikan asing di negara berkembang," kata Freddy.
Ia menambahkan volatilitas masih akan tetap terjadi di 2021. Dinamika dan sentimen pasar, baik yang positif maupun negatif, akan selalu ada.
Ia mencontohkan setelah meroket tajam pada Desember 2020, di sepanjang Januari lalu IHSG justru ditutup melemah sebesar 1,95 persen hingga menyentuh level 5.862,35.
Namun, lanjut Freddy, pergerakan pasar dapat dilihat dari dua sisi, sebagai penghalang atau peluang. Sebagai investor, disarankan harus melihat fundamental jangka menengah panjang, bukan hanya dinamika jangka pendek.
"Mari kita fokus pada fakta-fakta dan katalis yang ada, setidaknya untuk kuartal pertama tahun ini. Pertama, valuasi pasar saham Indonesia masih relatif murah dibandingkan kawasan lain seperti Filipina atau Thailand. Kedua, kepemilikan asing di pasar saham Indonesia masih berada di salah satu level yang terendah sejak 2013. Ketiga, pemulihan pertumbuhan ekonomi mendorong pertumbuhan earnings perusahaan-perusahaan di Indonesia," ujar Freddy.
Baca juga: Volatilitas masih tinggi, MI sarankan investor pilih reksa dana ETF
Baca juga: Dirut Trimegah prediksi industri reksa dana tumbuh 10-15 persen
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021