Pembaruan hukum merupakan persoalan berat

Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin menyebut beberapa bagian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan hukum, sehingga diperlukan pembaruan.

Dalam upacara pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Tidak Tetap Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang disiarkan secara daring, di Jakarta, Kamis, Muhammad Syarifuddin mengatakan rancangan KUHP telah beberapa kali disempurnakan dan diajukan untuk dibahas di DPR, tetapi belum disahkan.

"Harapan terbentuknya KUHP Nasional dan pembaharuan KUHAP yang benar-benar mencerminkan cita rasa hukum nasional belum dapat terwujud," kata Ketua MA itu pula.

Menurut dia, mandeknya pembahasan rancangan KUHP dan KUHAP adalah contoh nyata pembaruan hukum merupakan persoalan berat yang tidak hanya dilihat dari sudut pandang dogma hukum.

Tidak hanya soal merumuskan norma yang paling mewakili kehendak umum, ujar dia, politik hukum dan pelibatan publik sangat menentukan keberhasilan pembaruan hukum.

Ketua MA itu mengusulkan pembaruan sistem pemidanaan memperhatikan filsafat hukum, substansi hukum, struktur hukum, kultur hukum, dan politik hukum.

"Lima variabel tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Kegagalan dalam harmonisasi kelimanya berakibat pada kesulitan dalam mewujudkan pembaruan hukum yang diharapkan," ujar Muhammad Syarifuddin.

Adapun dalam mengatasi kendala-kendala dalam perkara pidana, ia mengatakan, diperlukan lompatan berpikir agar terwujud keadilan yang substantif dan prosedural.

Dia berpendapat cara pandang terhadap hukum perlu mengedepankan kreativitas dan seni, karena hukum adalah seni pemecahan masalah.
Baca juga: KPPPA: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah upaya pembaruan hukum
Baca juga: Pembaruan sektor hukum dibutuhkan untuk dorong pertumbuhan ekonomi

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021