Palu (ANTARA) - Akademisi Fakultas Tarbiyah Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Dr Arifudin M Arif mengemukakan kebijakan Menteri Nadiem Makarim melibatkan mahasiswa mengajar di daerah tertinggal, menjadi peluang besar bagi perguruan tinggi untuk mengasah dan meningkatkan kompetensi mahasiswa.
"Kebijakan Menteri Nadiem Makarim sangat membantu perguruan tinggi negeri ataupun swasta untuk meningkatkan kompetensi lulusan di bidang pendidikan dan pengajaran," ucap Dr Arifudin M Arif, di Palu, Kamis, berkaitan dengan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengajak mahasiswa untuk mengajar di wilayah tertinggal.
Dr Arifudin M Arief yang juga sebagai Kepala Pusat Pengendalian Mutu Akademik IAIN Palu mengatakan kebijakan Kemendikbud dalam program pelibatan mahasiswa, bisa menjadi satu solusi untuk mengisi kekosongan guru di daerah tertinggal.
Selain itu, kebijakan itu memberikan keuntungan sekaligus menjadi peluang bagi perguruan tinggi negeri dan swasta, yang mempunyai fakultas atau jurusan yang berkaitan dengan pendidikan, keguruan dan pengajaran seperti Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan.
Baca juga: Mahasiswa semester enam bisa ikuti Kampus Mengajar
Baca juga: Kemendikbud akui pembelajaran jarak jauh jenjang SD tak berjalan baik
Karena itu, kebijakan Kemendikbud itu bisa dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa atau kompetensi lulusan, juga sebagai bentuk melatih calon tenaga pendidik yang terlatih dan profesional dan kompeten dalam mengajar.
Bahkan, menurut Arifudin, program itu oleh perguruan tinggi idealnya bisa disinkronkan dengan beberapa program yang sudah ada di perguruan tinggi seperti PPL dan KKN yang di dalam pelaksanaan PPL dan KKN mahasiswa dari FKIP atau Fakultas Tarbiayah juga dituntut untuk mengajar.
"Apalagi program ini bisa disetarakan dengan 12 SKS, saya kira sangat relevan. Misalnya di Fakultas Tarbiyah atau FKIP ada beberapa mata kuliah yang bisa diformulasi dan diakumulasi dalam konteks 12 SKS itu, seperti mata kuliah media pembelajaran, perencanaan pembelajaran, metodologi pembelajaran dan praktik pembelajaran, bisa diformulasi sehingga bobot SKS nya mencapai 12.
"Keuntungannya ialah paradigma pembelajaran dan penguatan kompetensi yang berkaitan dengan mata kuliah itu, langsung dengan pendekatan lapangan. Sehingga penguatan-penguatan teoritisnya juga sangat bisa secara mandiri dilakukan oleh mahasiswa tinggal dibimbing oleh dosen pendamping," ucapnya.
Program pelibatan mahasiswa mengajar di daerah tertinggal sangatlah positif, namun ada tantangan bagi perguruan tinggi yaitu melakukan redesain kurikulumnya untuk sinkronisasi SKS, dan kebijakan akademik lainnya.
"Ketika redesain itu bisa dilakukan, maka ini sangat relevan dengan konsep merdeka belajar," kata Arifudin.
Baca juga: Mahasiswa ikut program Kampus Mengajar dapat biaya hidup dan UKT
Baca juga: Pemerintah gerakkan mahasiswa untuk bantu siswa di daerah tertinggal
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021