anak yang berhadapan dengan hukum yang harus dirahasiakan identitasnya adalah anak sebagai pelaku, anak sebagai korban, maupun anak sebagai saksi
Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar mengatakan pelanggaran pengungkapan identitas anak yang berhadapan dengan hukum dapat dipidana dengan ancaman penjara lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
"Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan anak dalam proses peradilan pidana berhak antara lain tidak dipublikasikan identitasnya," kata Nahar dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak secara daring diikuti dari Jakarta, Rabu.
Nahar mengatakan anak yang berhadapan dengan hukum yang harus dirahasiakan identitasnya adalah anak sebagai pelaku, anak sebagai korban, maupun anak sebagai saksi.
Identitas meliputi nama, baik nama anak maupun nama orang tua; alamat; wajah; dan hak-hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, termasuk nama sekolah.
"Pemberitaan di media tentang anak yang berhadapan dengan hukum hanya boleh menggunakan inisial dan tanpa gambar," tuturnya.
Baca juga: PWI: Media ungkap identitas anak berhadapan dengan hukum bisa dipidana
Baca juga: Bappenas: Penahanan anak berhadapan dengan hukum masih jadi pilihan
Terkait dengan pemberitaan anak berhadapan dengan hukum dan peradilan pidana anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah memiliki nota kesepahaman dengan Dewan Pers tentang profesionalitas pemberitaan media masssa dalam pelindungan perempuan dan anak.
Nota kesepahaman tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak tertanggal 9 Februari 2019.
Sementara itu, Ketua Komisi Kompetensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kamsul Hasan mengatakan media yang mengungkapkan identitas anak yang berhadapan dengan hukum; baik anak pelaku, anak korban, maupun anak saksi; dapat dipidana karena melanggar Undang-Undang Nomor Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah undang-undang lex specialis. Bila berselisih dengan undang-undang lain, karena derajatnya lebih tinggi, undang-undang lain itu yang harus kalah," katanya.
Kamsu mengatakan kebebasan pers bukan berarti wartawan saat melakukan tugas jurnalistiknya memiliki kekebalan hukum. Dia mengingatkan azas dari kebebasan pers adalah supremasi hukum.
Baca juga: Bappenas: Sistem Peradilan Pidana Anak berdampak baik
Baca juga: KPPPA: Perlu psikolog dampingi anak berhadapan dengan hukum
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021