Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menginginkan Pertamina dapat segera menyelesaikan pembangunan kilang BBM dalam rangka mengoptimalkan kinerja produksi sektor migas dalam negeri.
"Kalau kilang minyak Pertamina beroperasi baik, maka yang akan kita impor cukup minyak mentah sebagai input dari kilang-kilang pengolahan tersebut," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Ia mengingatkan bahwa saat ini RI sudah menjadi negara net importir minyak, di mana kebutuhan per hari bisa sampai melebihi dua kali lipat lifting minyak.
Untuk itu, ujar dia, selain segera merampungkan kilang pengolahan minyak, maka diperlukan upaya sungguh-sungguh guna mewujudkan lifting minyak sebesar 1 juta bph pada 2030.
Mulyanto berpendapat bahwa dalam kondisi defisit transaksi berjalan seperti sekarang, Pertamina harus menjadikan impor sebagai opsi paling akhir, apalagi jika nilai impor BBM itu sangat tinggi.
Hal yang harus dilaksanakan, masih menurut dia, adalah memaksimalkan operasi semua kilang untuk mengolah minyak mentah yang ada.
"Selama kilang yang ada tidak dimaksimalkan maka selama itu pula Indonesia akan mengimpor BBM olahan," ucap Mulyanto.
Mulyanto juga keberatan terkait wacana penghapusan Premium di tengah pandemi dan daya beli ekonomi yang lemah.
Sebagaimana diwartakan, PT Pertamina (Persero) memproyeksikan membukukan laba pada akhir 2020 sebesar 1 miliar dolar AS sekitar Rp14 triliun.
"Kalau kita ingat di posisi semester pertama 2020 kita dalam posisi rugi di sekitar Rp11 triliun. Alhamdulillah di posisi Desember tahun ini secara in house closing unaudited membukukan laba sekitar 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp14 triliun," ujar Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (9/2).
Ia menambahkan raihan laba itu berpotensi bertambah seiring dengan berbagai upaya perseroan melakukan strategi efisiensi dari biaya usaha hingga biaya operasional.
"Mudah-mudahan masih ada tambahan upside lagi karena audit masih belum selesai baik itu audit oleh KAP (kantor akuntan publik) ataupun audit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," katanya.
Ia bersyukur perseroan masih dapat membukukan laba di tengah pandemi Covid-19, masih lebih baik dibandingkan beberapa perusahaan migas dunia seperti British Petroleum (BP) dan Exxon yang mencatatkan rugi.
"Alhamdulillah kami dengan berbagai upaya sudah bisa menekan kerugian dan perseroan bisa mencatatkan hasil positif di akhir tahun 2020," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Emma juga menyampaikan bahwa investasi perseroan yang dianggarkan sebesar 6,4 miliar dolar AS, terealisasi sebesar 4,7 miliar dolar AS.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021