Semarang (ANTARA) - Pusat Riset Teknologi IHUDRC Universitas Diponegoro mengatakan tidak sekadar memproduksi rumah yang terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tetapi juga memenuhi kriteria kelayakan luas yang menjadi concern pada saat pandemi COVID-19.
"Selama ini sudah sangat langka rumah subsidi dengan ukuran 36," kata Kepala Pusat Riset Teknologi Inclusive Housing and Urban Development Research Center (IHUDRC) Undip Dr.-Ing. Asnawi Manaf, S.T. di Semarang, Jumat pagi.
Namun, dengan skema perumahan berbasis komunitas yang didukung oleh kolaborasi academic, business, community, dan government (ABCG), IHUDRC telah membuktikan mampu memungkinkan masyarakat memiliki dan menghuni rumah yang layak serta terjangkau (affordable and adequate housing).
Pada saat ini, pihaknya tengah mencoba mengembangkan perumahan MBR untuk 200 unit tipe 36 luas tanah 60 meter persegi di atas lahan 2 hektare di Desa Branjang, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp6 juta per bulan.
Sebelumnya, IHUDRC membangun perumahan berbasis komunitas sebanyak 58 unit di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dengan luas bangunan 6 x 6 meter persegi di atas tanah seluas 14 x 6 meter persegi.
Pakar perumahan ini menjelaskan bahwa segmen di dua perumahan berbasis komunitas itu berbeda. Kalau di Kendal, berpatokan pada Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng 2018 sebesar Rp1.486.065,00, sedangkan di Ungaran masyarakat berpenghasilan di bawah Rp6 juta.
Begitu pula, terkait dengan jangka waktu penyelesaian cicilan, penghuni Perumahan Curugsewu Asri, Kabupaten Kendal, selama 10 tahun dengan angsuran Rp571 ribu per bulan, sedangkan calon penghuni Perumahan Griya Perdana Ungaran akan mengangsur sebesar Rp800.000-an/bulan selama 15 tahun.
Dengan skema kolaborasi ABCG yang mendapat dukungan program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) Swadaya, kata Asnawi, mereka bisa memiliki rumah yang layak huni dengan harga terjangkau.
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021