New York (ANTARA) - Harga minyak mentah kembali menguat pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), di tengah data ekonomi AS yang kuat, penurunan persediaan dan keputusan OPEC+ untuk tetap pada pemotongan produksinya, namun greenback yang lebih kuat membatasi kenaikan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April ditutup pada 58,84 dolar AS per barel, menguat 38 sen, setelah sebelumnya mencapai level tertingginya sejak 21 Februari pada 59,04 dolar AS.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret naik 54 sen menjadi 56,23 dolar AS per barel, setelah mencapai level penyelesaian tertinggi dalam satu tahun pada Rabu (3/2) di 55,69 dolar AS.
Data pabrik AS yang kuat dan membaiknya angka pengangguran membantu meningkatkan harga minyak, kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
"Itu membantu, dan mengingat situasi yang lebih luas dengan OPEC+, saya berharap pasar ini akan semakin ketat," kata Kilduff.
Departemen Perdagangan AS mengatakan pesanan pabrik Desember meningkat 1,1 persen setelah melonjak 1,3 persen pada November, mengalahkan ekspektasi para ekonom.
Sementara data Departemen Tenaga Kerja menunjukkan penurunan warga Amerika yang mengajukan aplikasi baru untuk tunjangan pengangguran di minggu terakhir. Investor juga mengharapkan data positif dari laporan ketenagakerjaan bulanan komprehensif pemerintah yang akan dirilis pada Jumat waktu setempat.
Pasar semakin didukung oleh berita bahwa Demokrat di Kongres AS mengambil langkah pertama untuk memajukan rencana bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS yang diusulkan oleh Presiden Joe Biden.
Dolar AS yang menguat, yang biasanya bergerak terbalik dengan harga minyak, mengambil sebagian tenaga dari momentum minyak. Dolar mencapai level tertinggi lebih dari dua bulan terhadap sekeranjang mata uang lainnya.
Pada Rabu (3/2), Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, memperpanjang pakta pasokan minyaknya pada tingkat yang ada, menunjukkan bahwa produsen senang pemotongan tersebut menguras persediaan sementara ketidakpastian mengenai prospek pemulihan permintaan karena pandemi COVID-19 masih bertahan.
Sebuah dokumen yang dilihat oleh Reuters pada Selasa (2/2) menunjukkan bahwa OPEC memperkirakan pemotongan produksi untuk menjaga pasar dalam defisit sepanjang tahun ini, meskipun kelompok tersebut mengurangi perkiraan permintaannya.
Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia, menjanjikan pengurangan produksi minyak sukarela sebesar satu juta barel per hari di luar kuota OPEC+ yang disyaratkan dalam dua bulan ini.
"Kami yakin OPEC+ tetap memegang kendali penuh atas pasar minyak," kata Giovanni Staunovo, analis di UBS Global Wealth Management, dalam sebuah catatan Kamis (4/2).
"Dengan kelompok tersebut berusaha untuk menjaga produksi minyak global di bawah permintaan, kami memperkirakan persediaan minyak akan terus turun tahun ini," kata Staunovo, menambahkan "peluncuran vaksin akan mendukung permintaan minyak global selama beberapa bulan mendatang dan memungkinkan harga minyak naik lebih lanjut."
Juga pada Rabu (3/2), data pemerintah menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS pekan lalu secara tak terduga turun menjadi 475,7 juta barel, level terendah sejak Maret.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021