Jakarta (ANTARA) - Dokter dan perawat Jepang yang memerangi virus corona tidak akan punya waktu untuk menjadi sukarelawan membantu Olimpiade, kata asosiasi medis, sehingga bakal memunculkan masalah berikutnya bagi panitia dalam menyelenggarakan Olimpiade yang sudah tertunda itu.
Direktur Asosiasi Medis Tokyo, yang mewakili 20.000 dokter dari puluhan kelompok medis yang lebih kecil, mengatakan para dokter dan perawat berada di bawah tekanan yang terlalu berat untuk menangani gelombang ketiga pandemi bahkan untuk mempertimbangkan mendaftar ke Olimpiade.
"Tidak peduli bagaimana saya melihatnya, itu tidak mungkin," kata Satoru Arai, yang asosiasinya diminta oleh Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo dan Pemerintah Metropolitan Tokyo Maret lalu untuk mendapatkan lebih dari 3.500 staf medis untuk ajang tersebut.
"Saya mendengar dokter yang awalnya mendaftar menjadi sukarelawan mengatakan tidak mungkin mereka mengambil cuti untuk membantu ketika rumah sakit mereka benar-benar kewalahan," kata Arai kepada Reuters pekan ini, seraya menambahkan bahwa dia tidak dapat memaksa dirinya untuk mendorong sukarelawan di saat kritis.
Baca juga: Coates sebut Olimpiade Tokyo "100 persen" kemungkinan besar digelar
Baca juga: Penyelenggara Olimpiade terbitkan panduan cegah COVID-19 di Tokyo 2021
Olimpiade harus ditunda dari Juli dan Agustus tahun lalu karena virus corona menyebar ke seluruh dunia dan sekarang dijadwalkan pada 23 Juli-8 Agustus 2021.
Tetapi kluster-kluster infeksi yang terus bermunculan di Jepang telah menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan penyelenggaraan Olimpiade tahun ini dan mengikis dukungan untuk pesta olahraga sejagat itu di tengah kekhawatiran publik tentang atlet dan penonton yang membawa kasus baru.
Infeksi baru di Jepang naik ke level tertinggi baru pada awal Januari, memicu keadaan darurat di Tokyo dan beberapa daerah lainnya. Pemerintah memperpanjang keadaan darurat di sebagian besar tempat itu pada hari Selasa.
Jepang bernasib lebih baik daripada beberapa negara lain dalam perjuangan melawan virus. Negara itu telah mencatat 390.000 kasus dan 5.794 kematian.
Hingga Rabu lalu, 73 persen tempat tidur yang tersedia di Tokyo untuk pasien COVID-19 sudah penuh, dengan 2.933 orang.
Pemerintah bertekad untuk mengadakan Olimpiade, antara lain untuk menunjukkan harapan akan berakhirnya pandemi.
Baca juga: Ketua Olimpiade Tokyo minta maaf usai lontarkan komentar seksis
Baca juga: Jepang pastikan keberlangsungan Olimpiade Tokyo meski masih pandemi
Tanpa penonton
Sebagai bagian dari persiapan, Menteri Olimpiade Seiko Hashimoto mengatakan kepada parlemen pekan lalu bahwa pemerintah memiliki rencana untuk mengamankan sekitar 10.000 personel medis untuk Olimpiade tersebut.
Arai mengatakan Olimpiade tanpa penonton akan meringankan sebagian besar beban penyediaan dokter dan asosiasinya percaya begitulah seharusnya diselenggarakan.
Sementara kemungkinan Olimpiade tanpa penggemar telah dimunculkan, penyelenggara mengatakan mereka bahkan enggan untuk memikirkannya.
Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar tentang layanan medis.
Penyelenggara telah menyarankan bahwa sukarelawan dokter dapat dibayar untuk pekerjaan mereka, menurut seorang anggota parlemen yang menghadiri pertemuan pada Selasa.
Itu akan menandai penyimpangan dari apa yang telah menjadi praktik umum di Olimpiade-Olimpiade sebelumnya, di mana staf medis yang maju menjadi sukarelawan tanpa bayaran.
Tapi Arai mengatakan bahwa ini bukan soal uang. Kekhawatirannya hanyalah bahwa para dokter akan kewalahan dengan pasien virus corona dan vaksinasi sepanjang musim panas.
Baca juga: Hongaria dan Serbia memulai vaksinasi untuk atlet Olimpiade
Baca juga: Panitia Tokyo 2020 bilang nasib Olimpiade kini ada di tangan AS
Pewarta: Teguh Handoko
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2021