Kalau industri manufaktur tidak efektif memanfaatkan stimulus, hal itu akan merugikan produsen gas dan pemerintah. Industri harus lebih inovatif agar produknya lebih kompetitif sehingga kenaikan produksinya dapat menggerakkan ekonomi nasional,

Jakarta (ANTARA) - Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja meminta pelaku industri manufaktur untuk mengoptimalkan pemanfaatan subsidi harga gas bumi sebesar 6 dolar AS per MBTU yang telah diberikan pemerintah sejak April tahun lalu.

Sejak kebijakan subsidi harga gas industri ini diberikan, volume konsumsi gas sejumlah perusahaan manufaktur yang menuntut harga gas rendah tak banyak bertambah.

"Kalau industri manufaktur tidak efektif memanfaatkan stimulus, hal itu akan merugikan produsen gas dan pemerintah. Industri harus lebih inovatif agar produknya lebih kompetitif sehingga kenaikan produksinya dapat menggerakkan ekonomi nasional," jelas Achmad di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kemenperin: Penurunan harga gas dongkrak utilisasi industri kaca

Menurut Achmad, inovasi sangat dibutuhkan mengingat di segmen-segmen tertentu sebenarnya kebutuhan produk yang mewah. Contohnya industri keramik. Banyak hunian dan juga gedung-gedung yang sedang dan akan dibangun butuh keramik atau porselen yang berkualitas tinggi. Sayangnya kebutuhan itu saat ini banyak dipenuhi oleh produk impor.

"Harusnya pelaku usaha dapat mengembangkan berbagai inovasi, sehingga kebijakan subsidi gas 6 dolar AS memberi dampak positif. Jika hanya mencari jalan efisiensi dan produktivitasnya tak bertambah ya dampak subsidi itu tidak optimal," imbuhnya.

Pada tahun lalu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESSM) merilis Permen ESDM No 8/2020 yang mengatur pemberlakuan harga gas bumi sebesar 6 dolar AS per MMBTU di titik serah pengguna (plant gate) untuk tujuh sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.

Baca juga: Harga gas industri berkinerja rendah dinilai layak dievaluasi

Penetapan harga gas untuk sektor industri ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing pada ketujuh industri tersebut, sehingga akan memberikan efek berganda (multiplier effect) positif pada perekonomian nasional. Sebagai konsekuensi dari keputusan itu, pemerintah kehilangan pendapatan bagi hasil dari sektor hulu migas sebesar 2 dolar AS per MMBTU.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan akibat penetapan harga gas untuk 7 sektor industri menjadi 6 dolar AS per MMBTU, pemerintah bakal kehilangan bagian penerimaan negara hingga Rp121,78 triliun. Namun, masih ada ruang keuntungan sebesar Rp3,25 triliun dari selisih penghematan dan penerimaan negara.

"Penghematan itu berasal dari konversi pembangkit diesel sektor kelistrikan sebesar Rp13,07 triliun, penurunan kompensasi bagi PLN (Perusahaan Listrik Negara) sebesar Rp74,25 triliun, pajak dan dividen industri dan Pupuk sebesar Rp7,50 triliun dan penurunan subsidi untuk Pupuk dan kelistrikan yang mencapai Rp30,21 triliun," kata Arifin dia pada rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (4/5/2020).

Bagi sektor swasta, dampak penurunan harga gas industri sudah dinikmati oleh sejumlah pelaku industri keramik. Produsen bahan bangunan Keramik PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) hingga kuartal III-2020 meraih kenaikan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk naik hingga 38,31 persen menjadi Rp221,50 miliar.

Achmad Wijaya berharap di tengah situasi pandemi saat ini para pelaku usaha manufaktur harus tetap fokus mengembangkan usaha dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Termasuk mengoptimalkan berbagai insentif yang telah diberikan oleh pemerintah.

"Jangan sampai insentif harga gas ini gagal memberikan nilai tambah terhadap ekonomi nasional. Pandemi memang menyulitkan, tapi semua pelaku usaha menghadapi situasi yang sama, makanya mesti kreatif dan inovatif," tegasnya.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021