Palu (ANTARA) - Tidak bisa dipungkiri bahwa dampak dari pandemi COVID-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia mengakibatkan ekonomi nasional ikut terpuruk.
Hingga kini pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengatasi penyebaran virus corona, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah yang pada awal 2021, penyebaran COVID-19 semakin bertambah banyak.
Itu bisa dilihat dari angka orang yang terpapar COVID-19 di wilayah Sulteng terus menunjukkan peningkatan. Meski di sisi lain angka kesembuhan pun terus meningkat mengembirakan.
Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah dengan memperketat pengawasan orang masuk ke Provinsi Sulteng di setiap pintu masuk.
Juga gencar melakukan operasi dan sosialisasi penerapan protokol kesehatan COVID-19. Tetapi upaya tersebut masih belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan pemerintah.
Penyebaran virus corona yang terkenal sangat ganas dan mematikan itu di awal 2021 ini, terus membayangi perekonimian nasional bisa kembali terpuruk lagi seperti di masa pandemi COVID-19 pada periode 2020.
Salah satu dari beberapa sektor yang terpuruk dan harus mendapat perhatian besar pemerintah adalah sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM).
UMKM di Sulteng, khususnya di sejumlah daerah seperti Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi sebelum masa pandemi COVID-19 tahun 2020, sudah terpuruk akibat bencana alam gempabumi yang juga menimbulkan gelombang tsunami dan likuefaksi di Kota Palu dan Sigi.
Seluruh sektor usaha mikro terdampak bencana alam tersebut dan rata-rata kehilangan usaha karena diporak-porandakan oleh gempabumi dasyat yang terjadi pada 28 September 2018.
Baru saja mulai bangkit dari keterpurukan karena gempabumi, bencana lain yakni masalah kesehatan dengan munculnya wabah penyakit virus corona.
COVID-19 kembali berdampak besar terhadap UMKM selain kekurangan modal usaha, juga daya beli masyarakat menurun karena aktivitas terbatas.
Kebanyakan orang lebih memilih untuk tinggal di rumah karena takut terserang virus corona. Kegiatan usahapun terlihat sepi.
Produk-produk usaha UMKM sulit dipasarkan, karena kondisi yang tidak mendukung.
Terkendala bahan baku
Seperti yang diungkapkan,Suwarno bahwa usaha bawang goreng sudah dirintis oleh Mbok Sri sejak 1980 dan sudah mempekerjakan sekitar 45 tenaga kerja dan 10 orang tenaga kerja tetap.
Usaha tersebut dimulai dengan susah payah dan atas kesabaran dan usaha keras akhirnya menjadi tambah besar dan semakin banyak permintaan.
Dia mengaku permintaan pasar cukup tinggi, tetapi belum mampu memenuhinya karena terkendala bahan bakunya dan modal usaha.
Bahan baku bawang goreng selama pascabencana alam gempabumi hingga kini masih sangat sulit diperoleh. "Kalau ada, itupun sangat terbatas sehingga mempengaruhi produksi turun drastis, "kata dia.
Bahan baku bawang goreng selama ini dipasok petani di Lembah Palu, Kabupaten Sigi dan Parigi Moutong.
Tiga daerah ini merupakan penghasil bahan baku bawang goreng. Sejak pandemi COVID-19 pada 2020 sampai memasuki 2021 ini, petani sangat kurang yang mengembangkan komoditi bawang, khususnya bawang untuk bahan baku bawang goreng.
Konsumen terbesar selama ini, adalah para tamu yang datang dari berbagai kota di dalam maupun luar negeri. Biasanya yang datang membeli produk bawang goreng para pejabat dari pusat dan daerah lainnya. Mereka biasanya sebelum kembali mampir dahulu membeli ole-ole dimaksud.
Tidak hanya menjual produk bawang goreng saja, tetapi juga menjual berbagai jenis produk lokal yang dititip di oulet milik UD Mbok Sri.
Kalaupun usaha itu tetap bertahan sampai saat ini,itu hanya karena didorong semangat untuk tetap menjalankan usaha meski pembeli sangat kurang.
"Ya selama pascagempa hingga pandemi COVID-19 ini, tamu-tamu dari luar yang datang ke Kota Palu menurun drastis," ujarnya.
Sementara usaha tersebut disediakan sebagai ole-ole bagi para tamu yang datang ke Sulteng dan akan kembali lagi ke kota/daerah asalnya.
Kebetulan, tempat usahanya terletak di jalan menuju Bandara Sis Aljufri Mutiara Palu. "Ya cukup staregis," kata dia.
Peran Bulog
Salah seorang pemilik rumah pangan kita (RPK) dan e-warung Wanua Baru di Kota Palu. Ia membenarkan selama masa pandemi COVID-19, usahanya tetap jalan, tetapi pembeli yang datang berbelanja kurang.
Selain melayani kebutuhan masyarakat umum, RPK dan e-warung yang terletak di Kecamatan Mantikolere itu juga khusus melayani warga penerima program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dan juga bansos PKH.
Dalam memenuhi kebutuhan penerima manfaat, beberapa komoditi pangan selama ini dipasok oleh Perum Bulog Sulteng.
Misalkan beras,minyak goreng,tepung terigu, gula pasir, daging sapi beku, daging ayam dan telur ayam.
"Jadi selama ini RPK dan e-warung sangat terbantu, sebab Bulog yang menjamin pasokannya," kata Imran.
Tanpa bantuan Bulog, mereka tentu akan kesulitan, sebab modal tidak mendukung. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini sangat berdampak terhadap sektor usaha kecil/mikro.
Semua komoditi pangan yang dipasok Bulog kepada RPK maupun e-warung, dijual sesuai harga yang layak. Artinya harga relatif lebih murah dibandingkan di pasaran umum.
Misalkan untuk daging ayam, harganya hanya Rp50.000."Kalau dipasaran umum, harganya mencapaui Rp60.000. Begitu halnya dengan daging sapi beku Rp90.000/kg.Dijual pedagang Rp110.000/kg.
Berikutnya gula pasir Rp12.500/kg. Sementara ditingkat pengecer sekarang ini mencapai 13.000/kg.
Ini sangat meringankan beban masyarakat, sebab harga jauh dibawah harga jual di tingkat pengecer.
Kerja sama
Sementara Kepala Kantor Wilayah Perum Bulog Sulteng,Basirun membenarkan telah menjalin kerja sama dengan beberapa pihak, termasuk diantaranya Dinas Sosial, Himbara dan juga peternak ayam.
Kerja sama dengan Dinsos dan Himbara bagaimana bersama-sama menjaga stabilitas harga pangan di tingkat konsumen.
Poin kedua MOU adalah bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peran UMKM guna mendukung progranm pemulihan ekonomi nasuional yang terpuruk akibat pandemi COVID-19 dan berbagai bencana alam gempabumi dan banjir serta tanah longsor yang menerjang sejumlah daerah di Tanah Air.
Bulog selain menjaga stabitas harga, ketersediaan pangan dan juga mendorong UMKM untuk terus tumbuh di tengah-tengah pandemi COVID-19 dan bencana alam.
Jika UMKM tumbuh bagus, niscaya akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang saat ini lagi terpuruk sebagai dampak COVID-19.
Bulog, telah menjalin kerja sama dengan peternak ayam sebagai upaya mendorong berkembangnya usaha mikro kecil menengah (UMKM) di daerah itu.
Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia, termasuk di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulteng, juga berdampak besar terhadap pengembangan usaha UMKM.
Untuk membangkitkan kembali dunia usaha di Sulteng, Bulog telah melakukan kerja sama kemitraan dengan beberapa pengusaha peternakan ayam yang ada di Palu dan sekitarnya.
Kerja sama dimaksud adalah, produksi peternak baik daging ayam maupun telur akan dibeli oleh Bulog untuk selanjutnya didistribusikan kepada e-warung dan rumah pangan kita (RPK) yang selama ini melayani kebutuhan keluarga penerima manfaat (KPM) dan warga yang masuk dalam program bantuan pangan nontunmai (BPNT) dari Kementerian Sosial.
Dengan tersedianya beberapa komoditi pangan di e-warung dan RPK, maka diharapkan selain untuk memenuhi kebutuhan KPM dan program BPNT), juga tentu terbuka luas bagi masyarakat sekitarnya untuk bisa berbelanja dengan harga yang sama.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulteng, Achrul Udaya menilai langka Bulog sangat tepat selain mendorong UMKM untuk bangkit, juga membantu masyarakat ekonomi lemah mendapatkan berbagai kebutuhan sehari-hari dengan harga yang layak.
Masa pandemi COVID-19 pada 2020 sampai memasuki awal 2021 ini benar-benar sangat berdampak besar terhadap perekonomian nasional.
Semua sektor terdampak COVID-19, dan masyarakat rata-rata menurun daya beli.
Kehadiran Bulog sebagai BUMN yang mendapatkan kepercayaan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan di daerah-daerah tentu sangat berperan penting.
Apa yang sudah dilakukan Bulog, menjalin kemitraan dengan sejumlah pihak,termasuk perbankan,peternak dan suplayer serta juga UMKM yang selama ini bergerak dalam bidang pangan sudah tepat dan perlu mendapat apresiasi.
"Ini tentu bisa mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.
Mulai bangkit
Kabid Pembinaan dan Pengembangan Industri Dinas Perindustrian dan Pergadangan Sulteng, Bambang Andri mengatakan kehadiran IKM maupun UMKM di Provinsi Sulteng setiap tahunnya bertambah, meski selama pascabencana alam gempa bumi bermagnitudo 7,4 yang meninbulkan tsunami dan likuefaksi di beberapa lokasi permukiman penduduk dan banyak berdampak pada UMKM dan IKM.
Namun, selama dua tahun terakhir ini, baik IKM maupun UMKM di wilayah-wilayah terdampak bencana alam, baik di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala mulai bangkit lagi.
Akan tetapi saat pandemi COVID-19, usaha IKM maupun UMKM di daerah ini rata-rata mengalami dampak.
Pemerintah pusat maupun provinsi Sulteng terus mendorong produk-produk lokal dikembangkan menjadi produk unggulan di daerah ini.
Salah satu produk unggulan adalah bawang goreng khas Palu selama ini sudah cukup terkenal dan banyak diminati, bukan hanya mereka yang ada di dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Para pejabat dari pusat kalau ke daerah ini (Palu) pasti mencari dan membeli produk-produk lokal, termasuk bawang goreng untuk ole-ole dibawah pulang.
Produk bawang goreng UD Mbok Sri, kata Bambang sudah mendapatkan sertifikat SNI menyangkut mutu/kualitas dan juga sertifikat halal dan legal dari Badan Pengawan Obat dan Makanan dari Kementerian Kesehatan sehingga tidak perlu diragukannya lagi.
Menurut dia, produk-produk lainnya juga tentu sangat diharapkan mendapatkan sertifikat SNI dan juga sertifikat dari Badan POM.
Baca juga: DPRD Palu minta alokasi APBD 2021 fokus untuk pendampingan UMKM
Baca juga: Kadin Palu minta pemerintah buka pasar buat industri rumahan dan UMKM
Baca juga: BRI salurkan Rp23,02 miliar bagi UMKM terdampak corona di Sulteng
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021