Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan organisasi masyarakat sipil atau OMS perlu melakukan refocusing program dengan menyesuaikan diri terhadap tantangan pandemi COVID-19 yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dewasa ini.
"Tantangan kita dewasa ini adalah pandemi COVID-19. Fokus program OMS juga harus diubah ke arah penanganan COVID-19, baik dalam menangani dampaknya, dalam melakukan evaluasi maupun memberikan pendampingan terhadap kepemimpinan di daerah," kata Kastorius di Jakarta, Kamis.
Menurut dia yang perlu ditingkatkan yakni kerja kolaboratif dengan berusaha memahami masalah yang dihadapi pemerintah dan turut berperan serta merumuskan kebijakan.
Dia menyarankan hal itu karena melihat survei yang diselenggarakan oleh International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) yang memotret kelangsungan hidup OMS di masa pandemi COVID-19 dan mengungkapkan fakta yang mengejutkan.
Baca juga: KPU: Penguatan masyarakat sipil untuk demokrasi perlu dijaga
Baca juga: Kemendagri undang ormas dan LSM untuk konsultasi publik di Bali
Baca juga: LSM minta pemerintah awasi pengelolaan limbah medis selama COVID-19
Survei itu menunjukkan sebanyak 72 persen organisasi masyarakat sipil mengalami masalah dari segi keuangan dan sebanyak 23 persen berada dalam fase kritis, yang mengakibatkan mereka kemungkinan tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama.
Menurut survei yang diluncurkan pada 4 Februari 2021 lewat webinar bertajuk ketahanan organisasi masyarakat sipil dan layanan kesehatan penanganan pandemi COVID-19 untuk warga itu menunjukkan OMS yang paling banyak terpapar adalah yang beroperasi di Sumatera.
Kemudian, diikuti oleh OMS di kawasan Indonesia Timur (Bali, Nusra dan Papua). Berdasarkan isu area kerja, sektor toleransi mencapai 52 persen dan lingkungan (44 persen, menjadi area kerja yang paling terdampak).
Kastorius yang disertasi doktor sosiologinya memotret tentang gerakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia, mengatakan prihatin dan bersimpati atas kesulitan yang dihadapi oleh OMS seperti yang terungkap dalam survei itu.
Namun di sisi lain, ia melihat seharusnya fase kritis yang dihadapi oleh OMS tidak perlu terjadi apabila dapat tercipta kolaborasi antara OMS dengan pemerintah dalam menangani COVID-19.
"Disebutkan tadi bahwa ada kecenderungan OMS Indonesia masuk ke tahap fragile, karena tidak adanya program," katanya.
Sementara, lanjut dia, di pihak lain pemerintah membutuhkan peran serta masyarakat sipil dalam menangani pandemi COVID-19.
"Ada banyak program untuk vaksinasi, pemulihan ekonomi, pencegahan COVID-19. Ini yang saya mengajak OMS agar membuka diri dan proaktif membantu pemerintah dalam mengeliminir dampak COVID-19," kata Kastorius.
Kastorius mengingatkan, OMS adalah salah satu fondasi kehidupan bernegara yang harus dipertahankan karena mencerminkan ketahanan bangsa.
"Dalam OMS kita temukan adanya solidaritas dan idealisme. Oleh karena itu ketika survei INFID mengatakan berada di ujung tanduk, saya sedih. Harus ada governance collaborative, bersinergi dengan pemerintah pusat dan daerah," kata dia.
Kastorius menegaskan Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan surat edaran yang memberikan ruang bagi OMS untuk ikut berpartisipasi dalam program-program penanganan COVID-19 di daerah.
"Ini harus dimanfaatkan. Dan saya meminta INFID untuk memantau dan melaporkan bila ada pemerintah daerah yang kurang terbuka dalam hal ini," kata Kastorius.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021