Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda meminta agar tidak ada yang membedakan antara sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak.
“Program Sekolah Penggerak merupakan penyempurnaan mutu sekolah yang diinisiasi oleh Kemendikbud. Oleh karena itu, kekhawatiran publik bahwa program ini akan stereotip sekolah unggulan dan non-unggulan tidak terbukti. Program ini tidak menjadi pembeda antara Sekolah Penggerak dengan yang bukan,” ujar Huda dalam peluncuran program Sekolah Penggerak secara daring yang dipantau di Jakarta, Senin.
Huda menambahkan semua regulasi terkait Sekolah Penggerak menjadi bagian dari semangat dalam menghilangkan stereotip sekolah unggulan dan bukan. Sekolah Penggerak, kata dia, pada level gagasan dan konsep sudah cukup bagus.
“Tinggal menunggu implementasinya di lapangan seperti apa,” ujar dia.
Baca juga: Kemendikbud: Sekolah penggerak tahap satu diikuti 111 daerah
Baca juga: Kemendagri minta pemda tidak mutasi guru dan kepsek Sekolah Penggerak
Huda menjelaskan tidak mudah menjadikan sekolah sebagai Sekolah Penggerak karena semua berpusat pada kepemimpinan kepala sekolah dan guru.
Dalam kesempatan itu, Huda meminta agar momentum seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai bagian dari program Sekolah Penggerak.
Sekolah Penggerak merupakan katalis untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia yang terdiri dari dua hal yakni sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan mewujudkan profil Pelajar Pancasila dan diawali dengan SDM yang unggul terutama kepala sekolah dan guru.
Gambaran akhir Sekolah Penggerak secara umum, hasil belajar di atas level yang diharapkan, lingkungan yang belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan menyenangkan, pembelajaran berpusat pada murid, dan refleksi diri dan pengimbasan, yaitu perencanaan program dan anggaran berbasis refleksi diri, refleksi guru dan perbaikan pembelajaran terjadi, dan sekolah melakukan pengimbasan.
Pada tahun ajaran 2021/2022, program itu akan melibatkan 2.500 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 110 kabupaten/kota, tahun ajaran 2022/2023, akan melibatkan 10.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota, tahun ajaran 2023/2024 melibatkan 20.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota selanjutnya sampai 100 persen satuan pendidikan menjadi Sekolah Penggerak.
Sekolah yang menjadi bagian dari Sekolah Penggerak akan mendapatkan pendampingan selama tiga tahun. Pemda diminta untuk tidak melakukan mutasi pada guru dan kepala sekolah yang terlibat dalam program tersebut.*
Baca juga: Nadiem tegaskan Sekolah Penggerak bukan sekolah unggulan
Baca juga: Mendikbud luncurkan program sekolah penggerak
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021