Selama ini Indonesia dibayangi ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme.

Jakarta (ANTARA) - Jaringan Moderat Indonesia (JMI) meminta Polri memperkuat internal dari pusat sampai daerah dalam menghadapi berbagai persoalan intoleransi, radikalisme, hingga ekstremisme berbasis kekerasan dan berbagai potensi aksi terorisme lainnya.

"Dibutuhkan perencanaan yang matang oleh seluruh pejabat pimpinan Polri di pusat dan daerah untuk menghadapi berbagai persoalan intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme," kata Direktur Eksekutif JMI Islah Bahrawi dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Islah mengatakan bahwa Polri juga harus bertindak secara konsekuen dan terukur sebagaimana konsep Presisi (pemolisian prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) yang dicanangkan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.

Baca juga: Anggota DPR: Perpres RAN-PE tegaskan komitmen atasi ekstremisme

Selain itu, kata Islah, pemerintah pusat juga harus melakukan pencegahan dan penindakan terhadap berbagai potensi ancaman ekstremisme berbasis kekerasan dan aksi terorisme secara komprehensif.

Menurut dia, penanganan persoalan itu tidak akan selesai dalam waktu yang dekat, tetapi membutuhkan proses yang panjang dan bertahap.

"Penanganan persoalan itu juga tidak cukup hanya mengandalkan pada pemerintah, tetapi juga perlu dukungan masyarakat di dalamnya," ujarnya.

Islah menyebut pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE). Aturan itu terdiri atas tiga pilar, yakni pencegahan, penegakan hukum, dan kemitraan.

Menurut Islah, aturan yang dibuat Presiden RI Joko Widodo itu merupakan bentuk kebijakan politik negara yang melihat bahwa persoalan ekstremisme kekerasan dan terorisme merupakan bentuk ancaman yang nyata bagi Indonesia.

Baca juga: Moeldoko jelaskan Perpres Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme

Selama ini, kata dia, Indonesia dibayangi ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme.

Ia lantas menekankan bahwa terorisme bukanlah tindakan yang terjadi tanpa proses.

"Sikap intoleransi menjadi benih-benih awal yang membawa kecenderungan pada lahirnya radikalisme, ekstremisme kekerasan, dan terkadang mengarah pada aksi terorisme," katanya.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021