...mungkin ada periode hibernasi yang lebih lama bagi kita untuk berada di dalam ruangan dan tidak mengonsumsi atau berbelanja, itu cenderung membuat pasar mundur ...
New York (ANTARA) - Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), menutup sesi akhir pekan dengan penurunan mingguan terbesar sejak Oktober, saat investor mengukur konsekuensi hasil uji coba vaksin COVID-19 Johnson & Johnson, sementara kebuntuan antara para hedge fund, investor kecil dan investor ritel menambah volatilitas.
Indeks Dow Jones Industrial Average terjungkal 620,74 poin atau 2,03 persen, menjadi ditutup di 29.982,62 poin, pertama kalinya indeks 30 saham ditutup di bawah level psikologis 30.000 poin sejak 14 Desember. Indeks S&P 500 turun 73,14 poin atau 1,93 persen, menjadi berakhir di 3.714,24 poin.
Sementara itu Indeks Komposit Nasdaq terpangkas tajam 266,46 poin atau 2,00 persen, menjadi berakhir di 13.070,69 poin.
Baca juga: Dolar AS menguat, terkerek aksi jual saham dan naiknya "safe haven"
Ketiga indeks utama mengalami penurunan mingguan terbesar sejak akhir Oktober, dengan Indeks Dow Jones kehilangan 3,28 persen, Indeks S&P jatuh 3,31 persen, dan Indeks Nasdaq anjlok 3,49 persen. Untuk bulan ini Indeks Dow Jones merosot 2,04 persen, S&P kehilangan 1,12 persen dan Nasdaq naik 1,42 persen.
Johnson & Johnson anjlok 3,56 persen sebagai salah satu peekan terbesar di Dow dan S & P500 setelah pembuat obat itu mengatakan vaksin dosis tunggalnya 72 persen efektif dalam mencegah COVID-19 di Amerika Serikat, dengan tingkat yang lebih rendah sebesar 66 persen diamati secara global.
Hasilnya dibandingkan dengan standar tinggi yang ditetapkan oleh dua vaksin resmi dari Pfizer Inc/BioNTech SE dan Moderna Inc, yang sekitar 95 persen efektif dalam mencegah gejala penyakit dalam uji coba utama ketika diberikan dalam dua dosis. Saham Moderna melonjak 8,53 persen, sementara saham Pfizer naik tipis 0,11 persen.
Baca juga: Harga emas naik 9,1 dolar, dipicu ketidakpastian pasar saham
Kekhawatiran tekanan singkat yang dimulai awal pekan muncul kembali setelah pasukan investor ritel kembali memperdagangkan saham seperti GameStop Corp dan Koss Corp, yang melonjak lebih tinggi setelah pialang termasuk Robinhood melonggarkan beberapa pembatasan yang mereka tempatkan pada perdagangan.
“Gambaran keseluruhannya adalah bahwa jika ada berita buruk yang menunjukkan atau mengindikasikan bahwa mungkin ada periode hibernasi yang lebih lama bagi kita untuk berada di dalam ruangan dan tidak mengonsumsi atau berbelanja, itu cenderung membuat pasar mundur dan banyak orang duduk tidak aktif, terutama dengan berita itu,” kata Kepala Investasi Defiance ETF, Sylvia Jablonski, di New York.
“Lalu apa yang terjadi dengan (Gamestop) dan semua itu, orang sedikit takut untuk berdagang.”
Baca juga: Harga minyak Brent naik,di tengah peluncuran vaksin yang lamban
Lonjakan volatilitas telah menyebabkan peningkatan volume yang sangat besar, dengan total lebih dari 20 miliar saham di masing-masing dari dua sesi terakhir di seluruh bursa AS untuk hari perdagangan paling aktif yang tercatat sejak 2014, menurut data Refinitiv.
Volume di seluruh bursa AS pada Jumat (29/1/2021) adalah 17,13 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 15,26 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.
Komisi Sekuritas dan Bursa AS mengatakan sedang memantau dengan cermat setiap potensi kesalahan, baik untuk pialang maupun pedagang-pedagang media sosial.
Baca juga: Saham Spanyol "memerah", Indeks IBEX 35 terpental 2,21 persen
Pelaku pasar telah berspekulasi bahwa volatilitas yang disebabkan oleh tekanan jangka pendek telah menyebabkan favorit investor termasuk Apple Inc berada di bawah tekanan karena para hedge fund menjual untuk menutupi kerugian miliaran dolar.
Saham Apple jatuh 3,74 persen sementara Microsoft turun 2,92 persen.
Baca juga: Saham Inggris rugi 3 hari beruntun, Indeks FTSE 100 anjlok 1,82 persen
Namun sementara kekhawatiran tentang meningkatnya kasus COVID-19 dan peluncuran vaksin yang tidak menentu membuat investor khawatir tentang kemunduran dan peningkatan volatilitas dalam jangka pendek, dimulainya laporan keuangan triwulanan telah mengurangi beberapa kekhawatiran tentang penilaian saham yang berlebihan.
Dari 184 perusahaan di S&P 500 yang telah melaporkan labanya hingga Jumat pagi, 84,2 persen telah melampaui ekspektasi analis, jauh di atas tingkat 75,5 persen selama empat kuartal terakhir, menurut data Refinitiv.
Baca juga: Saham Inggris rugi 3 hari beruntun, Indeks FTSE 100 anjlok 1,82 persen
Baca juga: Saham Jerman balik rugi, Indeks DAX 30 jatuh 1,71 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021