MKP perlu ketegasan sikap, konsisten dan adil sebab polemik cantrang sudah berlangsung lama
Jakarta (ANTARA) - Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan, regulasi baru terkait alat tangkap cantrang perlu dibuat dengan memberi masukan khususnya dari kalangan nelayan kecil dan tradisional.
"Langkah Menteri Kelautan dan Perikanan untuk mengkaji dahulu pelaksanaan Peraturan Menteri No 59/2020, khususnya berkenaan dengan cantrang, mesti diarahkan untuk menerima masukan dari nelayan dengan kapal kurang dari 10 GT," kata Abdul Halim di Jakarta, Jumat.
Regulasi baru tersebut, menurut Abdul Halim, harus mampu mendorong pergantian dan pemakaian alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, ujar dia, penting pula untuk memodernisasi armada kapal penangkapan ikan bagi nelayan kecil agar mampu memanfaatkan sumber daya ikan secara berkelanjutan.
Ia mengemukakan, upaya ini harus disertai dengan program kerja menyambungkan kegiatan penangkapan ikan dengan hilirisasi usaha perikanan pascatangkap (pengolahan dan pemasaran).
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan, KKP perlu memiliki ketegasan dan arah yang jelas dalam menyikapi polemik terkait alat tangkap cantrang yang diperbolehkan dengan persyaratan seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 59/2020.
Baca juga: Menteri KKP tegaskan peraturan terkait penggunaan cantrang ditunda
"MKP perlu ketegasan sikap, konsisten dan adil sebab polemik cantrang sudah berlangsung lama bahkan Jokowi sudah pernah turun tangan menyelesaikan secara politik saat itu. Nah sekarang, apakah mau diselesaikan secara saintifik dan kebijakan yang prudent atau mau diambangkan lagi dengan pendekatan politik," kata Moh Abdi Suhufan.
Terkait Menteri Kelautan dan Perikanan yang ingin melakukan kajian terhadap Permen KP No. 59/2020, Abdi menyatakan bahwa kajian yang dilakukan mesti jelas ruang lingkup serta batasannya kepada aspek apa saja, apakah hanya kepada pasal yang terkait dengan cantrang atau pasal lainnya juga.
Selain itu, ujar dia, kajian tersebut juga harus memiliki kejelasan batas waktu sampai kapan dan berapa lama dilakukan, guna memberikan kepastian kepada pelaku usaha untuk mengantisipasi sekiranya hasilnya cantrang akan dilarang secara permanen.
Ia menilai bahwa pelarangan total yang selama ini dilakukan juga tidak efektif sebab pada kenyataannya mereka tetap beroperasi dengan semacam diskresi atau bentuk dispensasi.
Baca juga: KKP masih kaji regulasi terkait persyaratan alat tangkap cantrang
"Yang jadi problem baru karena area tangkapnya diperluas ke Natuna dan tidak ada ikhtiar dari KKP untuk konsisten dengan Permen KP sebelumnya, yaitu pelarangan cantrang, sementara sudah ada keterlanjuran 6.800 kapal cantrang yang kini beroperasi," katanya.
Untuk itu, Abdi menyarankan agar ada solusi yang memuaskan berbagai pihak, maka perlu ada toleransi sampai batas tertentu yaitu hanya di WPP 712 (Laut Jawa) dan perlu ada roadmap atau peta jalan guna menentukan sampai kapan penggunaan cantrang dibolehkan oleh pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pihaknya sedang menunda pemberlakuan Peraturan Menteri No 59/2020 yang berisi tentang membolehkannya penggunaan sejumlah alat tangkap seperti cantrang.
"Kami masih menunda (pelaksanaan) Permen (Peraturan Menteri) No. 59/2020," kata Menteri Trenggono dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu (27/1).
Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan pihaknya sedang melakukan evaluasi dan pasti pihaknya juga bakal berkonsultasi dengan Komisi IV DPR RI.
Baca juga: KKP perlu arah jelas sikapi polemik terkait cantrang
Baca juga: KKP: Kapal cantrang boleh beroperasi dengan penuhi persyaratan
Baca juga: Nelayan Indramayu resah atas rencana KKP kembali legalkan cantrang
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021