Jakarta (ANTARA) - Berani memulai dan jeli melihat kesempatan dalam kesempitan adalah prinsip yang dipegang oleh dua pebisnis makanan yang kerja kerasnya berbuah manis di tengah pandemi COVID-19.

Penjualan Mad Bagel, bisnis roti bagel yang didirikan Prima Hayuningputri dan Anika Miranti, naik hampir empat kali lipat sejak menjadi bagian dari kampanye Tokopedia Nyam sejak Juli 2020. Sementara itu, Dimsum 49 milik Muhammad Kautsar semakin diminati konsumen, bahkan penjualannya naik hampir dua kali lipat. Di tengah kondisi perekonomian yang lesu, Kautsar justru bisa menambah jumlah karyawan dari 80 orang menjadi 200 orang.

Mad Bagel dan Dimsum 49 adalah contoh pegiat usaha lokal di kategori F&B Tokopedia, yang terus beradaptasi dengan berkolaborasi dan berinovasi di tengah pandemi lewat pemanfaatan teknologi. E-commerce tersebut mencatat kenaikan transaksi lebih dari tiga kali lipat pada kategori F&B jelang akhir 2020, sementara penjualan makanan siap masak pun meningkat lebih dari 3,5 kali lipat.

Baca juga: Opsi baru untuk penikmat rice bowl, Tori Katsu Donburi ala San Gyu

Baca juga: Roti cekikikan, hidangan mengandung ganja dari Thailand

Anika dari Mad Bagel mengatakan, langkah pertama adalah berani memulai usaha.

"Setelah itu, kita harus gigih karena kita tahu banyak yang latar belakangnya sama seperti kita, tidak kuliah bisnis atau marketing, tapi kita bisa belajar," ujar pengusaha yang akrab disapa Nike di konferensi pers daring, Kamis (28/1).

Pemilik Usaha Mad Bagel, Prima Hayuningputri dan Anika Miranti (ANTARA/HO)

Nike dan Putri mulai berbisnis karena ingin terus produktif bekerja dari rumah sambil tetap mengasuh anak. Mad Bagel didirikan pada 2014. Bagel dipilih karena pada masa itu dia dan rekannya sulit menemukan bagel lezat di sini, sehingga Nike dan Putri memutuskan untuk membuatnya sendiri agar bisa dinikmati oleh banyak orang. Roti bagel dikenal punya tekstur padat dan agak keras itu dibuat agar lebih sesuai dengan selera Indonesia.

"Bagel Amerika umumnya chewy dan keras, itu sepertinya kurang populer di Indonesia, jadi kami buat yang teksturnya tidak sekeras itu," jelas Nike. Rasanya juga bervariasi, dari yang manis, asin sampai gurih.

Beberapa tahun fokus dengan penjualan langsung di toko, Mad Bagel memutuskan untuk serius memasarkannya secara daring karena konsumen tidak bisa lagi leluasa menyantap bagel kesukaan mereka secara langsung. Keputusan untuk bergabung selama tujuh bulan belakangan membuahkan hasil yang manis. Bagel buatan mereka kini bisa menjangkau konsumen lebih luas, hingga antar pulau.

"Kinerja selama pandemi ini blessing in disguise. 2020 membuat perubahan terjadi cepat, kami dituntut bekerja, membuat strategi dan budgeting yang efektif dan efisien," tambah Prima.

Menjadi bagian dari kampanye e-commerce dalam mempromosikan makanan dan minuman dari pengusaha lokal membantu publikasi produk mereka.

“Saat ini, Mad Bagel telah berhasil menjual hingga 2.000 produk," imbuh Putri.

Pemilik Usaha Dimsum 49, Muhammad Kautsar. (ANTARA/HO)

Hal senada dikemukakan Kautsar yang berjualan di e-commerce itu sejak 2016. Kautsar awalnya berjualan siomay pada 2015 untuk mencari penghasilan tambahan mulai merambah ke dimsum karena lebih banyak peminatnya. Selama setahun dia sempat vakum berjualan di platform daring karena masih belum tahu caranya memasarkan di situ. Namun ia tidak menyerah dan terus mencoba sembari menyesuaikan produk sesuai keinginan pasar.

Baca juga: Tiga tren bisnis 2021 yang harus diperhatikan wirausaha

Baca juga: Eye Level buka pelatihan wirausaha di bidang pendidikan bagi milenial

"Percuma membuat produk seenak apa pun kalau tidak sesuai pasar," ujar Kautsar yang senantiasa memperbaiki kualitas berdasarkan timbal balik konsumen.

Dimsum 49 dia dirikan pada 2017 dan transaksi meningkat secara signifikan setelah mengikuti kampanye Tokopedia Nyam.

“Penjualan kami meningkat hingga 90 persen atau sebesar hampir dua kali lipat. Produk kami juga semakin dikenal masyarakat dengan adanya badge Terbukti Nyam!, hasil review oleh William Gozali, salah satu chef ternama Indonesia,” ungkap Kautsar.

Produknya tersebar lebih luas berkat jumlah reseller yang naik drastis. Ada sekitar 3.000 reseller, sebagian besar ibu rumah tangga serta karyawan yang terdampak pandemi. Lewat para reseller yang tersebar di banyak tempat, dia bisa menekan ongkos kirim. Ongkos kirim jadi faktor penentu penting konsumen saat berbelanja, alasan yang membuatnya memiliki agen-agen di 20 titik yang tersebar di Indonesia.

Putri mengamini pendapat Kautsar. Dia dan Nike yang berbasis di Tangerang Selatan berencana membuka beberapa cabang lain untuk platform daring agar bisa menjangkau konsumen yang jauh dari tempat mereka. Apalagi produknya selama ini harus dikirim maksimal dalam kurun waktu sehari karena bagel buatan mereka tidak mengandung pengawet. Dengan membuka cabang untuk pengiriman daring, kesempatan konsumen dari berbagai tempat untuk mencicipi bagel jadi lebih besar.

Putri menambahkan, keunggulan berjualan di e-commerce adalah mendapatkan data mengenai performa toko hingga produk favorit konsumen untuk memperbaiki kinerja toko di masa depan.

"Sebisa mungkin kita ketahui siapa konsumen kita, di mana konsumen kita, kebiasaan konsumen, keunggulan dan kekurangan produk kita," ujar dia.

Berdasarkan data, mereka bisa berinovasi membuat produk yang disukai yang bisa laris manis. Sementara Kautsar menyarankan untuk memaksimalkan penggunaan kata kunci agar produk tidak "tenggelam" di antara produk-produk serupa, serta menarik konsumen lewat flash sale dan gratis ongkos kirim.

Baca juga: Resep mudah bikin bagel dengan lima bahan seadanya

Baca juga: Membuat dumpling ala "Crazy Rich Asian"

Baca juga: GoFood prediksi "dessert box" populer tahun ini

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021