Jakarta (ANTARA) - Identitas calon bupati petahana Kabupaten Muna La Ode Muhammad Rusman Emba dipersoalkan dalam permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Permohonan itu diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati Muna Tahun 2020 nomor urut 2 La Ode M. Rajiun Tumada dan La Pili.

"Pada intinya adalah permohonan ini terkait isu hukum mengenai perbedaan penulisan nama dan perubahan nama," ujar kuasa hukum pemohon Andi Syafrani dalam sidang sengketa Pilkada 2020 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pilkada Kabupaten Muna Tahun 2020 cacat hukum karena pergantian nama La Ode Muhammad Rusman Emba.

Baca juga: MK sidang pemeriksaan pendahuluan 35 perkara sengketa pilkada hari ini
Baca juga: Hakim MK pertanyakan waktu pengajuan sengketa hasil Pilgub Bengkulu
Baca juga: MK diminta batalkan hasil Pilkada Kalteng

Kuasa hukum pemohon mendalilkan nama yang dituliskan dalam dokumen surat tanda tamat belajar (STTB) SMA dari SMAN 1 Raha adalah La Ode Muhammad Rusman Untung, tetapi dalam dokumen lainnya, seperti KTP, tertulis La Ode Muhammad Rusman Emba.

Menurut pemohon, perubahan resmi nama tersebut baru diketahui setelah adanya putusan Pengadilan Negeri Raha Nomor 20/Pdt.P/2020/PNRah yang ditetapkan pada tanggal 24 September 2020 atau satu hari setelah SK KPU Muna tentang penetapan pasangan calon nomor urut 1 ditetapkan.

Untuk itu, pemohon mempertanyakan dasar hukum KPU Muna menetapkan calon La Ode Muhammad Rusman Emba sebagai calon bupati, sementara dalam berbagai dokumen nama yang digunakan adalah La Ode Muhammad Rusman Untung.

Atas dalil itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menetapkan pasangan calon nomor urut 2 La Ode M Rajiun Tumada dan La Pili sebagai Bupati dan Wakil Bupati Muna terpilih dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Muna Tahun 2020.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021