"Kalau itu menurut saya normatif saja bahwa semua warga negara Indonesia, ya, harus patuh dengan konstitusi. Jadi, dia harus mengakui yang namanya ideologi kita, dasar negara kita, Pancasila," katanya, di Jakarta, Selasa.
Artinya, kata dia, bagi mereka yang tidak mau mengakui dasar negara Indonesia, yakni Pancasila tentu tidak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilu.
"Bagi mereka yang tidak mau mengakui itu, bahkan ingin mengubah, ya, tentu itu tidak bisa kita beri kesempatan untuk mencalonkan, baik di legislatif maupun eksekutif. Jadi itu sudah menjadi kesepahaman bersama," ujarnya.
Baca juga: Komisi II jelaskan larangan eks-HTI ikut pemilu
Baca juga: Pimpinan Baleg: Revisi UU Pemilu agenda krusial DPR 2021
Namun, kata dia, bisa saja nanti diatur secara teknis dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengecualikan bagi bekas HTI dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, sebagaimana larangan terhadap narapidana koruptor.
"Seperti eks napi-lah, napi korupsi gitu kan. Dia tidak boleh mencalonkan legislatif walaupun diuji kalah, misalkan, diuji materi kalah di Mahkamah Agung. Tapi, kan tetap nanti dia di PKPU-nya diatur secara teknis, dia harus mengumumkan ke publik dan sebagainya," tutur politikus Partai NasDem itu.
Jadi, kata Saan, RUU Pemilu itu akan dijabarkan secara lebih lanjut dan diterjemahkan secara teknis dalam PKPU, termasuk mengenai larangan bagi eks-HTI tersebut.
Aturan larangan bekas anggota HTI dan bekas PKI dalam RUU Pemilu terdapat dalam Pasal 182 ayat 2 yang mengatur syarat peserta pemilu baik pilpres, pileg, dan pilkada. Pada huruf jj disebutkan syarat bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Kemudian pada huruf ii disebutkan bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia (PKI), termasuk organisasi massa-nya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021