Model perencanaan sebelumnya mengasumsikan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 7-8 persen, padahal realisasinya di bawah 5 persen

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta PT PLN (Persero) lebih cermat, akurat, dan berhati-hati dalam menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2021-2030.

Mulyanto, dalam siaran pers di Jakarta, Selasa, meminta PLN tidak mengulangi kekeliruan dalam memprakirakan pertumbuhan kebutuhan listrik nasional.

Menurut dia, pada RUPTL sebelumnya, akibat ketidakakuratan perencanaan, PLN mengalami surplus listrik hingga 60 persen. Angka tersebut, menurut Mulyanto, sangat besar dan berpotensi merugikan keuangan PLN.

“Model perencanaan sebelumnya mengasumsikan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 7-8 persen, padahal realisasinya di bawah 5 persen, apalagi saat pandemi COVID-19, dengan permintaan listrik industri semakin merosot,” ungkap Mulyanto.

Akibatnya, lanjutnya, saat itu, PLN dipacu menambah jumlah pembangkit dan membuka kerja sama pembelian listrik swasta dengan sistem take or pay atau TOP.

Baca juga: Pemerintah lanjutkan stimulus keringanan tagihan listrik

Sebenarnya, ujar dia, pembelian listrik swasta tersebut dapat dikurangi, karena saat ini listrik PLN sudah surplus.

"Jadi, RUPTL 2021-2030 ini harus disusun secara cermat, sebagai instrumen pembangun kelistrikan kita. Dalam konteks ini, memundurkan jadwal penyelesaian proyek pembangkit 35.000 MW ini adalah suatu kemestian, agar tekanan surplus listrik ini dapat dikendurkan," ujar Mulyanto.

Ia menginginkan pemerintah membantu PLN melaksanakan renegosiasi terkait besaran persentase TOP atas pembelian listrik swasta dari IPP (independent power producer), untuk membantu meringankan beban PLN yang membayar listrik swasta yang tidak dibutuhkan.

Selain itu, ujar dia, ke depan pemerintah harus tetap menjaga target-target pembangkit energi baru terbarukan (EBT), yang sebesar 23 persen pada 2025.

"Kontribusi pembangkit dari BBM, yang biaya pembangkitannya sangat mahal sudah selayaknya ditekan sampai 0 persen untuk digantikan dengan sumber gas yang lebih bersih dan cukup tersedia secara domestik,” tegas Mulyanto.

Sebelumnya, PT PLN (Persero) menggandeng PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTNP III dan Perum Perhutani untuk mendapatkan pasokan biomassa sebagai bahan baku pengganti batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik perseroan.

Kolaborasi tiga BUMN itu tertuang dalam penandatangan nota kesepahaman penyediaan biomassa untuk PLTU batubara yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Jumat (22/1), oleh Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani, dan Direktur Utama Perum Perhutani Wahyu Kuncoro.

Ruang lingkup nota kesepahaman meliputi ketersediaan bahan baku biomassa dan bentuk kerja sama yang akan jadi referensi pengembangan ekosistem penyediaan biomassa dengan Perhutani dan PTPN III memiliki sumber data kawasan hutan penghasil biomassa dan PLN sebagai pemilik PLTU batubara.

Baca juga: PLN kejar target uji coba "co-firing" PLTU biomassa
Baca juga: Kelebihan daya, RI cari peluang ekspor listrik ke Singapura

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021