Sumedang (ANTARA) - Kepala Kepolisian Resor Sumedang AKBP Eko Prasetyo Robbyanto menyatakan hasil pemeriksaan sementara menemukan adanya dugaan pelanggaran pembangunan perumahan yang menyebabkan bencana tanah longsor di Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
"Diduga tidak memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan lingkungan dengan tidak melaksanakan ketentuan untuk melaksanakan upaya menstabilkan lereng dan menerapkan sistem drainase yang tepat hingga meminimalkan pembebanan pada lereng," kata Kapolres Sumedang melalui telepon seluler, Senin.
Ia menyampaikan Polres Sumedang saat ini masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah warga, pejabat dinas terkait di lingkungan Pemkab Sumedang, termasuk pengembang perumahan.
Hasil analisa sementara dari olah tempat kejadian perkara sekitar lokasi longsor, katanya, ditemukan beberapa dugaan pelanggaran yang menjadi penyebab terjadinya longsor dan menelan korban jiwa di Kecamatan Cimanggung, Sabtu (9/1).
Ia mengungkapkan dugaan penyebab longsor, yaitu adanya beberapa saluran air atau drainase buatan yang belum ditembok mengalir dari perumahan SBG dan Perumahan Kampung Geulis atau berada tepat di atas lokasi bencana tanah longsor.
"Drainase buatan yang belum ditembok tersebut mengalami resapan sehingga membuat struktur tanah menjadi tidak stabil dan runtuh, dan longsor menimpa rumah warga di Perumahan Pondok Daud yang berada di bawahnya," katanya.
Baca juga: Longsor di Sumedang, polisi dalami kesalahan pembangunan drainase
Ia menyebutkan dugaan pelanggaran lainnya yaitu Perumahan SBG tidak memiliki tembok penahan tanah di sepanjang jalur longsoran tersebut sehingga tanah tidak kuat menahan air ketika turun hujan deras.
Selanjutnya keterangan masyarakat ada penebangan pohon di lahan lereng antara Perumahan SBG dan Perumahan Pondok Daud oleh pengembang Perumahan Kampung Geulis untuk dijadikan jalan, sehingga kekuatan lereng menjadi tidak stabil.
"Kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi," katanya.
Ia menyampaikan berdasarkan prosedur teknis penyelenggaraan pembangunan perumahan bahwa dalam ketentuan pola ruang gerakan tanah di bawah 40 persen diperbolehkan membangun rumah terbatas dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng.
Selanjutnya, kata Kapolres, pengembang harus menerapkan sistem drainase yang tepat, meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil kemiringan lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, dan mengosongkan lereng dari kegiatan manusia.
Baca juga: Polisi kumpulkan alat bukti izin perumahan longsor Sumedang
Selain itu, lanjut dia, pengembang diwajibkan melakukan kajian geologi tata lingkungan atau geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan pembangunan, namun diduga tidak melakukan kewajiban itu.
"Diduga tidak melakukan kajian geologi tata lingkungan atau geologi teknik dasar sebagai dasar pelaksanaan pembangunan sehingga terjadinya dampak terhadap lingkungan berupa longsor," katanya.
Ia menambahkan tahapan selanjutnya Polres Sumedang akan menanyakan pembangunan perumahan Kampung Geulis kepada penanggung jawab teknis pembangunan, kemudian memintai keterangan pada pengembang dari PT Amaka Pondok Daud yang membangun Perumahan Cihanjuang A Regency.
Selain itu Polres Sumedang akan meminta keterangan atau pendapat ahli geologi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada Badan Geologi Kementerian ESDM, kemudian dari BMKG Bandung dan meminta pendapat ahli pidana.
Sebelumnya bencana tanah longsor menimbun pemukiman rumah penduduk di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Sabtu 9 Januari 2021 menyebabkan 40 orang meninggal dunia terdiri dari warga, TNI, dan petugas BPBD.
Baca juga: BIG: Penguatan mitigasi jadi prioritas pascalongsor Sumedang
Pewarta: Feri Purnama
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021