“Vaksin itu bekerja dengan melindungi individu terhadap infeksi virus SARS-CoV-2 itu. Apabila infeksi tetap terjadi, derajat beratnya penyakit pun akan lebih ringan. Semakin banyak jumlah orang yang divaksinasi, kekebalan masyarakat pun akan terbentuk,” ujar Velma dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad.
Dia menambahkan vaksin yang digunakan di Indonesia tergolong aman karena telah melalui uji klinis. Dari uji klinis tersebut disimpulkan bahwa vaksin terbukti aman. Efek samping yang timbul minimal, seperti demam, menggigil, sakit kepala dan kelelahan. "Tidak ada efek samping berat yang dilaporkan, kecuali reaksi alergi anafilaksis yang umumnya timbul pada orang yang memiliki riwayat alergi obat sebelumnya. Risiko itu diminimalkan dengan melakukan pengawasan selama 30 menit setelah vaksinasi.
Velma juga menyarankan pemerintah aktif melakukan sosialisasi mengenai vaksinasi tersebut, khususnya terkait keamanannya melalui banyak hal.
"Selain melakukan ajakan vaksinasi, pemerintah sebaiknya juga menyampaikan data mengenai efikasi dan keamanan vaksin, baik melalui visual interaktif, penyampaian data dalam bentuk angka, serta pendekatan personal dengan bantuan pemuka masyarakat dan aparat untuk meyakinkan masyarakat bahwa vaksin aman untuk digunakan,” ujar dia.
Sementara itu, perusahaan rintisan bidang kesehatan SehatQ menyebutkan hasil survei yang dilakukan pihaknya menunjukkan sebagian besar masyarakat bersedia menerima vaksin COVID-19.
“Kami telah melakukan survei untuk menggali persepsi publik terhadap vaksin COVID-19. Survei yang dilakukan secara online pada Oktober 2020 ini melibatkan 797 responden. Hasil survei tersebut berhasil memetakan pandangan publik terhadap kehadiran vaksin di masa pandemi saat ini,” ujar CEO SehatQ Linda Wijaya.
Dari segi waktu pemberian vaksin, sebagian besar responden, yaitu sebanyak 49 persen, berharap vaksinasi massal dilakukan apabila kualitas vaksin telah terbukti efektif. Sementara itu, ada 19 persen responden (155 orang) yang ingin vaksinasi dilakukan secepatnya. Selanjutnya ada 10 persen (76 orang) dan 9 persen (74 orang) yang memilih mendapatkan vaksin sesuai jadwal pemerintah dan setelah kelompok prioritas menerimanya.
SehatQ juga menggali informasi dari para responden yang belum bersedia menerima vaksin. Setidaknya ada 12 persen responden dari total responden (98 orang dari 797 orang) yang menolak vaksin dengan empat alasan. Pertama, para responden (66 persen responden atau 98 orang yang menolak) tidak yakin terhadap keamanan maupun efektivitas vaksin COVID-19. Kedua, sebanyak 19 persen (19 orang) responden mengkhawatirkan efek samping di kemudian hari. Ketiga, sebanyak 8 persen responden (8 orang) meyakini ada alternatif selain vaksin untuk mengakhiri pandemi. Keempat, pertimbangan kepercayaan dalam agama membuat 6 persen responden (6 orang) menolak vaksin COVID-19.
Senior Executive Vice President (SEVP) Penelitian dan Pengembangan Bio Farma, Drs. Adriansjah Azhari Apt MM, mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kualitas dan keamanan vaksin COVID-19 yang beredar di Tanah Air.
“Sebelum didistribusikan kepada masyarakat, tim peneliti bersama tim medis, melakukan pengujian ketat terhadap vaksin,” kata Adriansjah.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021