tidak ada zat besi yang cukup, sehingga menjadi anemia pada saat hamil,

Jakarta (ANTARA) - Pakar gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Prof dr. Endang Achadi mengingatkan bahwa asupan gizi seimbang sangat penting, terutama pada penderita anemia yang jumlahnya di Indonesia cukup tinggi.

"Kalau mau melengkapi kebutuhan semua zat gizi di dalam tubuh, maka pola makannya harus seimbang," kata Endang dalam temu media secara virtual untuk memperingati Hari Gizi Nasional, Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan berdasarkan data, lebih dari seperempat anak Indonesia usia 12 bulan - 12 tahun menderita anemia, jumlah yang cukup tinggi di negara yang sebenarnya kaya akan sumber pangan bergizi.

Selain pada anak usia 12 bulan sampai 12 tahun, penderita anemia pada remaja usia 13 - 18 tahun juga tinggi, dengan di antaranya pada pria sebanyak 12,4 persen dan pada remaja putri sebanyak 22,7 persen, hampir dua kali lipat dibandingkan pada remaja putra.

Persentase anemia yang cukup tinggi pada remaja putri itu terutama disebabkan oleh keluarnya banyak darah saat menstruasi yang tidak disertai dengan pola makan yang bergizi seimbang.

Baca juga: Pentingnya jaga keseimbangan nutrisi di kala pandemi

Baca juga: Ibu hamil dan bayi harus dapat gizi seimbang dan ASI saat pandemi

Adapun pada ibu hamil, persentase penderita amemia juga meningkat dari 37,1 persen pada 2013 menjadi 48,9 persen pada 2018.

"Ini karena sebelum hamil itu sekian sudah menderita anemia. Tapi walaupun ada yang tidak anemia, mereka sudah kekurangan zat besi. Sehingga pada saat hamil, pada saat kebutuhan terhadap besi itu meningkat, baik untuk dirinya maupun untuk anaknya, ternyata tidak ada zat besi yang cukup, sehingga menjadi anemia pada saat hamil," kata Endang.

Di Indonesia sebagian besar anemia itu terjadi akibat defisiensi atau kekurangan zat besi dalam sumber pangan yang mereka konsumsi.

Sumber zat besi yang paling baik, kata Endang, adalah yang berasal dari pangan hewani seperti daging, ikan, unggas, atau disebut sebagai besi heme.

Sementara pada sebagian besar masyarakat Indonesia, bahan makanan yang mereka konsumsi sebagian besar berasal dari nabati atau yang lebih banyak mengandung besi non-heme.

Meski banyak mengonsumsi bahan makanan yang mengandung zat besi non-heme, sayangnya zat besi tersebut sulit sekali untuk diserap oleh tubuh.

"Bisa seper berapa puluh kalinya dibandingkan dengan zat heme. Jadi walaupun makanan kita mengandung banyak sayur yang mengandung zat besi nonheme, tapi karena zat besinya sulit diserap, maka besi yang masuk ke dalam tubuh sangat sedikit," katanya.

Oleh karena pola makan pangan hewani di Indonesia cukup rendah dibandingkan pangan nabati, maka setiap hari secara terus menerus masyarakat Indonesia kekurangan asupan zat besi.

Sehingga untuk mengatasinya, masyarakat perlu mengonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang untuk memenuhi semua kebutuhan gizi bagi tubuh.

"Gizi seimbang akan menjadi hal yang sangat penting, karena kita tidak cukup hanya karbohidrat saja, tidak cukup hanya protein hewani saja, tidak cukup hanya protein nabati saja, tidak cukup hanya buah-buahan dan sayur saja. Tetapi harus semua karena berbagai macam zat gizi ada di berbagai macam makanan," kata Endang.

Baca juga: Balita dengan asupan gizi tak seimbang rentan terhadap penyakit

Baca juga: Ahli gizi: Karbohidrat sederhana picu kegemukan

Pewarta: Katriana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021