Di sisi lain perlu juga untuk mendorong penelitian bibit unggul minyak pangan, minyak nyamplung, dan minyak kemiri sunan. Itu ditujukan untuk menghindari pembukaan perkebunan kelapa sawit yang lebih meluas lagi.
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengusulkan perlunya merumuskan beberapa kebijakan merancang pabrik bahan bakar hijau (kilang green fuel) yang dapat mengolah minyak sawit menjadi bahan bakar hijau yang mencakup solar, bensin, avtur dan elpiji.
Itu merupakan satu dari empat rekomendasi yang dirumuskan LIPI untuk strategi kebijakan energi biodiesel Indonesia pada 2020-2045.
"Keempat rekomendasi tertuang dalam Policy Brief yang merupakan naskah kebijakan singkat sebagai saran kebijakan untuk bahan pertimbangan yang didasarkan dari bukti ilmiah, dan ditujukan sebagai media komunikasi dari tim peneliti kepada pemangku kepentingan terkait," kata Koordinator Program Penelitian Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI Anugerah Yuka Asmara dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, perlu juga untuk mendorong penelitian bibit unggul minyak pangan, minyak nyamplung, dan minyak kemiri sunan. Itu ditujukan untuk menghindari pembukaan perkebunan kelapa sawit yang lebih meluas lagi.
Baca juga: Kurangi ketergantungan energi fosil, pemerintah dorong "green fuel"
Baca juga: EU sebut Indonesia sukses ekspor lebih banyak minyak sawit pada 2020
Yuka menuturkan rekomendasi berikutnya adalah evaluasi pelaksanaan kebijakan biodiesel B10, B20, dan B30 ditentukan dari kontribusi bauran energi yang dihasilkan dan besaran biaya yang ditetapkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Keberhasilan B30 yang rilis Januari 2020, menjadikan Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang pertama kali melakukan campuran biodiesel bahan bakar nabati berbasis crude palm oil (minyak sawit mentah)," ujarnya.
Dengan demikian, Yuka mengatakan bahwa hasil evaluasi itu dapat digunakan sebagai bukti dalam penetapan rencana kebijakan B40 dan B50 di masa mendatang.
Rekomendasi selanjutnya adalah pembangunan perkebunan energi crude palm oil (CPO) secara masif, sebagai bahan baku bahan bakar hijau solar, bensin, avtur dan elpiji.
Sementara, ketersediaan CPO dalam negeri terus bertambah, seiring dengan kebutuhan yang terus meningkat.
"Untuk Indonesia, ketersediaan CPO sangat menggembirakan karena termasuk penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dengan jumlah panen melimpah sejak 2008," tuturnya Yuka.
Baca juga: Setelah B30, pemerintah dorong penggunaan green fuel
Kemudian, rekomendasi berikutnya bagi para pemangku kepentingan secara bersama, dapat menciptakan inovasi bahan bakar hijau (green fuel) buatan dalam negeri.
Dia menuturkan Direktorat Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral perlu mengatur tempo agar pembuatan perkebunan energi dan pengembangan teknologi green fuel bisa berjalan beriringan, sehingga ekosistem inovasi energi biodiesel dapat terbentuk.
Keempat rekomendasi untuk kebijakan energi biodiesel tersebut ditujukan kepada pemangku kepentingan, terutama untuk Direktorat Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Rekomendasi kebijakan itu juga melibatkan pemangku kepentingan lain terkait yang antara lain Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Baca juga: Kementerian ESDM dorong upaya produksi "green fuel"
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021