"Penanganan kesehatan di lokasi bencana pada era normal dan saat pandemi memang berbeda. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi insan tenaga kesehatan," kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Silvana saat konferensi pers terkait perkembangan bencana gempa Sulbar yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan penanganan kesehatan di masa pandemi COVID-19 bukanlah perkara mudah. Sebab, pada saat bersamaan harus mengatasi dua hal yang berbeda.
Untuk mengatasi transmisi penyebaran virus, Kemenkes mendatangkan tim dari Jakarta dan Makassar untuk melakukan screening dan fungsi layanan pandemi hingga ke titik pengungsian.
Sebab, kata dia, bagaimanapun juga layanan pandemi COVID-19 tidak boleh dilupakan, meskipun dalam kondisi bencana alam sekalipun.
"Ingat kita masih dalam masa pandemi," ujar Budi.
Baca juga: Basarnas: 90 orang meninggal dunia gempa Sulawesi Barat
Tidak hanya itu, layanan di rumah sakit bagi pasien COVID-19 dengan yang bukan COVID-19 juga dipisahkan. Sebab, jika itu tidak dilakukan, maka rantai penularan berpotensi terus terjadi.
Baca juga: Kemenkes datangkan dokter ahli tangani korban gempa Sulbar
Kemenkes juga mendatangkan mobile PCR dari Makasar untuk memastikan layanan rapid test antigen dan swab test tetap berjalan dengan baik.
"Untuk pemeriksaan PCR dan antigen dapat dilakukan di Mamuju," ujarnya.
Baca juga: KRI Suharso bantu korban gempa yang tidak tertampung rumah sakit
Hingga hari kelima pascakejadian gempa, Basarnas melaporkan total korban jiwa akibat gempa bumi magnitudo 6,2 tersebut sebanyak 90 orang meninggal dunia.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021