Pemerintah Indonesia melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan ekonomiYogyakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang belum bisa diketahui kapan akan berakhir telah memberikan dampak buruk terhadap perekonomian global.
Ketika serangan virus tersebut ditemukan pertama kali di Wuhan, China, akhir 2019, mungkin tidak banyak yang menyangka bahwa penyakit itu akan menyebar parah hingga ke sebagian besar negara di dunia.
Pembatasan gerak penduduk terpaksa dilakukan untuk mengendalikan penyebaran virus tersebut. Dampaknya ekonomi dunia luluh lantak. Banyak negara, termasuk Indonesia, mencatat pertumbuhan ekonomi negatif.
Roda ekonomi Indonesia melambat. Sebagian ekspor harus terhenti karena negara tujuan melakukan lockdown atau penguncian. Sektor riil terpukul karena tingkat konsumsi turun drastis, kecuali untuk bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari.
Sejumlah maskapai penerbangan nyaris bangkrut karena boleh dibilang tidak ada pergerakan manusia. Jumlah penumpang turun drastis. Bukan hanya sebagai dampak penguncian, tetapi banyak orang takut melakukan perjalanan dengan pesawat karena khawatir terpapar COVID-19.
Sektor pariwisata yang akhir-akhir ini menjadi primadona di Indonesia juga tidak luput dari dampak pandemi. Objek wisata ditutup untuk menghindari kerumunan. Sektor yang terkait dengan pariwisata pun terkena getahnya, seperti kerajinan dan hotel. Tingkat hunian hotel terjun bebas. Banyak usaha kerajinan yang terkait dengan pariwisata terpaksa istirahat.
Pemerintah Indonesia melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan ekonomi. Berbagai jenis bantuan digelontorkan untuk pelaku usaha pariwisata, hotel, bahkan pengusaha mikro. Selain untuk pelaku ekonomi, bantuan sosial diberikan kepada warga berpenghasilan rendah dengan harapan bantuan itu akan mampu menggerakkan kembali konsumsi masyarakat yang pada akhirnya menggeliatkan kembali perekonomian.
Selain melalui bantuan, pemerintah mulai membuka kembali penerbangan, mall, objek wisata meskipun dengan aturan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan seperti wajib memakai masker dan menyertakan hasil tes COVID-19 untuk calon penumpang pesawat. Hasilnya ekonomi mulai menggeliat lagi. Meski masih tumbuh negatif tetapi menunjukkan perbaikan.
Pada kuartal II-2020 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi cukup dalam sebesar 5,32 persen. Pada kuartal III minus 3,49 persen (year on year/yoy). Dibandingkan kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi tersebut membaik.
Pada kuartal IV-2020 Menteri Keuangan (Menkeu( Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai -0,9 persen. Masih terkontraksi tetapi semakin membaik. Tahun ini ekonomi diharapkan tumbuh positif. Banyak upaya terus dilakukan pemerintah untuk mewujudkan harapan tersebut.
Baca juga: Antara PPKM, insentif, dan kepastian usaha
Ekonomi domestik
Saat ini tantangan yang dihadapi pemerintah adalah mempercepat pemulihan ekonomi nasional dari dampak pandemi. Dalam hal ini Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki meyakini bahwa penguatan ekonomi domestik menjadi kuncinya. Ekonomi domestik yang kuat selain mampu menahan serangan juga akan membuka jalan untuk terus tumbuh.
Karena itu, penting untuk membereskan tata kelola, kelembagaan, termasuk rantai pasok untuk sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadai ekonomi domestik, terutama pertanian.
Pertanian menjadi sektor yang nyaris tidak terdampak oleh pandemi karena hal-hal yang berdampak terhadap sektor tersebut lebih terkait dengan cuaca seperti banjir dan kekeringan serta hama.
Pertanian domestik perlu diperkuat untuk mencapai swasembada sejumlah komoditas penting seperti beras, gula, dan daging. Pandemi yang menyebabkan impor terganggu memberikan pelajaran akan pentingnya memenuhi kebutuhan dari produksi sendiri.
Untuk memperkuat sektor pertanian memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, misalnya persoalan pupuk bersubsidi dan peningkatan usaha tani
menjadi skala bisnis.
Baca juga: Kemendag: Kolaborasi diperlukan untuk dorong UMKM "go digital"
Digitalisasi UMKM
Selain pertanian, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga menjadi andalan bagi pemerintah untuk segera memulihkan kondisi perekonomian.
Pandemi COVID-19 juga membawa kebiasaan baru dalam perdagangan. Untuk menghindari tertular virus banyak orang memilih melakukan transaksi secara dalam jaringan (daring).
Karena itu pemerintah terus mendorong pelaku UMKM untuk memasarkan produk mereka secara daring, terutama melalui marketplace.
Banyak pelaku UMKM yang akhirnya mampu bertahan setelah memasuki dunia digital. Bahkan pengusaha kuliner skala rumahan yang berjualan secara daring pun bermunculan.
UMKM yang bergabung dengan marketplace juga merasakan peningkatan omzet penjualan sebagai dampak pergeseran kebiasaan belanja dari luring ke daring. Salah satu pedagang daring di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya, mencatat peningkatan drastis omzet dengan menjamurnya reseller daring.
Remaja bahkan ibu rumah tangga mulai belajar menjadi pelaku usaha mikro dengan berjualan melalui Whatsapp ataupun Instagram. Awalnya untuk sekadar menghasilkan uang sendiri atau membantu kebutuhan rumah tangga, tapi banyak juga yang pada akhirnya menjadikannya sebagai usaha yang serius.
Upaya pemerintah tidak sia-sia, Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman dan Investasi mencatat sebanyak 3,4 juta UMKM telah masuk dalam sistem digital, dan angka itu diharapkan menjadi 18,6 juta pada 2022.
Digitalisasi sangat diharapkan dapat menumbuhkembangkan UMKM yang pada krisis ekonomi 1988 mampu bertahan, namun ikut terdampak saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia sejak Maret 2020.
Digitalisasi menjadi langkah penyesuaian terhadap kondisi yang terdampak pandemi serta perkembangan teknologi yang tidak dapat dihindari.
Setiap musibah seperti pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini melahirkan sebuah pelajaran tentang cara-cara untuk bertahan dan akhirnya melangkah maju lagi dengan tegak untuk menyongsong tantangan berikutnya.
Baca juga: Gairahkan ekonomi, Bahlil ajak masyarakat beli produk jualan teman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021