"Kami sangat kelelahan dan sangat membutuhkan obat sakit perut, antibiotik, koyo, obat anti-inflamasi, dan tiga orang sedang menderita tekanan darah tinggi," demikian surat para penyintas yang beredar di sejumlah media di China, Senin.
Sebanyak 12 orang pekerja tambang masih hidup, termasuk dua korban luka, sedangkan 10 lainnya tidak diketahui nasibnya akibat ledakan areal pertambangan emas di Qixia, Kota Yantai, Provinsi Shandong, meledak pada Minggu (10/1) lalu.
Seorang penyintas dalam suratnya mengingatkan kepada tim SAR tentang konsentrasi asap dan melimpahnya air di lokasi ledakan yang membuat mereka terjebak.
"Kami berharap pencarian terus diupayakan dan kami berharap masih bisa selamat. Terima kasih," tulis mereka.
Lokasi ledakan berada di kedalaman 240 meter. Pada saat insiden itu terjadi, 22 pekerja tambang berada di kedalaman 600 meter.
Pada Minggu (17/1), tim SAR mengebor tanah di lokasi ledakan sekaligus memasang pipa dan ternyata mendapat respons berupa suara para penyintas.
Kemudian pada Senin para personel tim SAR merasakan ada orang yang menarik tali baja dan akhirnya digunakan untuk mengirim beberapa bahan kebutuhan.
Shandong Wucailong Investment Company selaku pemilik tambang disalahkan berbagai pihak karena baru melapor tiga jam setelah kejadian.
Sesuai aturan yang berlaku, laporan harus diterima pemerintah daerah dalam tempo satu jam setelah kejadian.
"Orang-orang yang bertanggung jawab dalam perusahaan itu sedang dimintai keterangan dan akan mendapatkan sanksi sesuai hukum yang berlaku," kata Wakil Wali Kota Yantai Li Bo.
Media lokal melaporkan bahwa Sekretaris Partai Komunis China (CPC) di Qixia Yao Xiuxia dan kepala daerah tersebut Zhu Tao dipecat dari jabatannya sejak Jumat (15/1) lalu akibat peristiwa tersebut.
Baca juga: Tambang batu bara Shaanxi meledak, delapan pekerja hilang
Baca juga: 14 tewas, dua terperangkap saat tambang batu bara China meledak
Baca juga: 18 pekerja masih terjebak di tambang batu bara China
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021