Jakarta (ANTARA) - Ketua organisasi penempatan pekerja migran Himsataki Tegap Harjadmo menyatakan siap mundur bersama Kepala BP2MI jika kebijakan pembebasan biaya pelatihan bagi calon pekerja migran tidak berjalan enam bulan ke depan.

Sebelumnya, Kepala BP2MI Benny Ramdhani memperpanjang selama enam bulan lagi agar kebijakan pemberlakuan peraturan Kepala BP2MI (Perban) No.9/2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI (pekerja migran Indonesia) bisa diwujudkan di daerah dan negara tujuan penempatan.

"Jika tidak juga berjalan enam bulan lagi, maka saya siap mundur dari Ketua Himsataki," kata Tegap dalam rilisnya di Jakarta, Jumat.

Ia menyayangkan kebijakan pembebasan biaya pelatihan itu tidak berjalan sehingga Kepala BP2MI harus memperpanjang lagi masa persiapannya enam bulan ke depan.

Menurut Benny, sejak ditetapkannya Perban itu pada tanggal 15 Juni 2020, sejatinya mulai efektif berlaku hari ini, 15 Januari 2021, atau telah diberikan masa transisi selama enam bulan.

"Namun, melihat kesiapan pemerintah daerah dan calon pemberi kerja di negara-negara tujuan penempatan, kami putuskan untuk memperpanjang masa transisi selama 6 bulan ke depan hingga tanggal 15 Juli 2021," katanya.

Baca juga: BP2MI usulkan mekanisme bantu bebaskan biaya pelatihan calon PMI

Tegap menilai dalam situasi saat ini akan sangat sulit bagi Benny berjuang sendiri. Himsataki berkomitmen mengawal kebijakan yang pro calon pekerja migran itu dapat terwujud.

Untuk itu dia akan menggerakkan organisasinya dalam enam bulan ke depan berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar Tata Kelola Penempatan dan Perlindungan PMI berjalan sebagaimana amanat UU 18 Th 2017 Tentang Perlindungan PMI

Terutama, kesiapan pemerintah desa dalam melakukan sosialisasi penempatan PMI serta pemerintah kabupaten/kota dalam menyiapkan layanan terpadu satu atap (LTSA), khususnya kebijakan pelatihan dan sertifikasi kompetensi dari daerah asal PMI.

Baca juga: Himsataki siapkan penempatan 30.000 pekerja migran ke Jepang pada 2021

Menurut Tegap, kebijakan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah sepatutnya terinspirasi Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Dalam implementasinya, baik Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dasar melalui SD negeri sehingga setiap warga dapat bersekolah tanpa biaya, akan tetapi pemerintah tidak melarang berdirinya SD swasta yang menjadi pilihan untuk bersekolah dengan konsekwensi ada biaya yang harus dibayar.

Analogi di atas, menurut Tegap, berlaku juga bagi pelatihan dan sertifikasi calon pekerja migran di mana Pemerintah Pusat dan daerah menyiapkan BLK Luar Negeri atau LPK Negeri, akan tetapi apabila masih butuh proses penganggaran baik melalui APBN maupun APBD, maka tidak ada salahnya memberi ijin BLKLN/LPK swasta yang terakreditasi untuk menjadi salah pilihan calon PMI mengikuti pelatihan kerja dan uji kompetensi sebagai syarat untuk bekerja ke luar negeri.

Adapun untuk membiayai pelatihan dan sertifikasi kompetensi tersebut, Pemerintah Pusat dan daerah dapat melibatkan Bank BUMN dan bank daerah dengan menggunakan fasilitas KUR.

Baca juga: BP2MI ingatkan calon PMI perkuat diri dengan ikuti diklat
Baca juga: Himsataki usulkan revisi aturan penempatan pekerja migran ke Saudi

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021