Kupang (ANTARA) -
Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur memasukkan perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus prioritas yang menjadi perhatian serius yang ditangani penyidik kejaksaan.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) Yulianto kepada wartawan di Kupang, Jumat, mengatakan kasus TPPO menjadi prioritas selain kasus korupsi mengingat kasus TPPO di NTT marak.

Baca juga: Buron kasus TPPO di NTT ditangkap di Semarang

Yulianto mengatakan hal itu terkait dengan ditangkapnya terpidana Stefanus Agustinus alias Koko yang buron sejak tahun 2018 setelah divonis tujuh tahun penjara.

Stefanus Agustinus ditangkap tim tangkap buron (tabur) kejaksaan pada 12 Januari 2021 di Sumatera Utara.

Stefanus Agustinus bekerja sama dengan Ishak Subekti Gunanto yang telah ditangkap di Semarang pada 2020 lalu, merekrut anak-anak NTT untuk dipekerjakan di Malaysia dengan menggunakan dokumen palsu seperti paspor dan KTP.

Baca juga: Polda NTT tangkap empat tersangka kasus perdagangan orang

Ia mengatakan, penegakan hukum terhadap pelaku TPPO demi menyelamatkan anak-anak NTT dari jaringan mafia perdagangan orang.

Tim penyidik Kejaksaan Tinggi NTT mengiring Agustisnus Stefanus alias Koko, terpidana kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang telah divonis hukuman selama tujuh tahun penjara. (Antara/ Benny Jahang)

"Kasus TPPO menjadi atensi kami di NTT selain penanganan kasus korupsi. banyak anak-anak NTT menjadi korban dalam kasus perdagangan orang di luar negeri yang harus dihentikan," kata Yulianto didampingi sejumlah pejabat Kejaksaan Tinggi NTT.

Menurut dia, tim penyidik Kejaksaan NTT akan terus mengejar sejumlah terpidana lainnya yang masih kabur setelah divonis penjara karena terlibat dalam kasus TPPO di NTT.

Baca juga: Polda NTT ciduk dua pelaku perdagangan orang

"Kami tidak ingin anak-anak NTT menjadi komunitas jaringan mafia perdagangan anak. Para pekerja dari NTT banyak yang tenaganya diperas tetapi tidak mendapatkan hak-haknya dengan baik," kata Yulianto.

Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2021