Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT (Suharjito/Direktur PT Dua Putra Perkasa/DPP)Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis memanggil Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto dalam penyidikan kasus suap izin ekspor benih lobster di KKP.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT (Suharjito/Direktur PT Dua Putra Perkasa/DPP)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain Slamet, KPK juga memanggil empat saksi lainnya untuk tersangka Suharjito, yakni Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses Willy, wiraswasta Nini, Miftah Nur Sabri selaku dosen, dan karyawan swasta Dimas Pratama.
Baca juga: KPK panggil Sekjen Kemensos Hartono Laras
Selain Suharjito, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yaitu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM).
Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Baca juga: KPK imbau Komjen Listyo lengkapi dokumen LHKPN
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Baca juga: KPK konfirmasi Dirjen Linjamsos soal penentuan rekanan proyek bansos
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021