Jakarta (ANTARA News) - Rupiah di pasar uang spot antarbank Jakarta, Selasa pagi, melemah ke atas level 11.000 per dolar AS karena naiknya permintaan dolar.

Tekanan dari turunnya permintaan rupiah itu sedikit tertahan oleh sejumlah sentimen positif mengenai perkiraan membaiknya indikator ekonomi dalam negeri, kata analis valas PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova, di Jakarta.

Pada Selasa pagi, nilai tukar terhadap dolar AS merosot menjadi 11.150/11.220 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya 11.100/Rp11.150 per dolar AS atau turun 50 poin.

Sejumlah indikator positif yang menahan melemahnya nilai tukar rupiah di antaranya perkiraan turunnya angka inflasi bulan ini dibanding Desember akhir tahun lalu.

Tingkat suku bunga acuan (BI Rate) akan kembali bergerak turun seperti bulan-bulan sebelumnya (Bank Indonesia dua bulan lalu berturut-turut menurunkan BI Rate), katanya.

Menurut Rully, faktor utama yang menekan rupiah adalah karena faktor suplai dan demand.

Kalau demand dolar AS lebih besar terhadap suplai, maka rupiah akan terpuruk. Begitu pula sebalik, permintaan yang tinggi terhadap rupiah, maka dolar AS akan melemah, ucapnya.

Menurut dia, rupiah pada posisi di atas angka 11.000 per dolar AS sebenarnya masih cukup wajar, apalagi mata uang lokal itu sedang mencari titik keseimbangan baru.

"Kami optimis rupiah akan tetap berada pada kisaran antara 11.100 sampai 11.200 per dolar AS yang tertahan oleh makin membaiknya ekonomi nasional," katanya.

Pemerintah Indonesia terus berusaha membangun pertumbuhan ekonomi di atas kisaran perkiraan antara 4,5 sampai 5,5 persen, dengan meningkatkan pertumbuhan di sektor riil yang merupakan faktor utama penggerak ekonomi nasional.

"Kami yakin upaya pemerintah dengan mengeluarkan dana sebesar Rp51,2 triliun untuk mendorong sektor usaha kecil dan menengah, maka ekonomi akan tumbuh lebih cepat dari sebelumnya, " tuturnya.
(*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009